Kupang, penanusantara.com – Akulina Dahu (AD), Seorang Gadis Desa dari Desa Nanaenoe, Kecamatan Nanaetduabesi, Kabupaten Belu resmi di tahan Pihak Polres Belu pada, 29 Desember 2020 lalu.
Akulina Dahu ditahan atas dugaan tindak pidana pilkada Belu yang dilaporkan Bawaslu dan Panwascam Nanaet Duabesi dengan LP Nomor: 219/2020, tertangga 18 Desember 2020. yang mana AD Diduga ikut memilih sebagai pemilih tambahan menggunakan KTP luar Belu di TPS 02, Desa Nanaenoe, Kecamatan Nanaet Duabesi.
AD sendiri saat ini mendekam di dalam sel tahanan Polres Belu. Wanita muda itu terpaksa harus mendekap dalam sel lantaran ingin menggunakan hak pilihnya.
Dilansir dari media Flobamora-News.Com, Kuasa hukum Lina, Stefen Alves Tes Mau, SH mengungkapkan bahwa penangkapan Lina yang dilakukan oleh Pihak Kepolisian cacat Hukum lantaran mengabaikan beberapa prosedur dan fakta.
Atas dasar itu, Stefen mengajukan Surat Permohonan Penangguhan Penahanan Pada tanggal 30 Desember 2020.
Selain itu, melihat banyak kejanggalan baik dalam laporan maupun dalam penetapan tersangka, maka Stefen tidak akan tinggal diam. Dirinya akan tetap memperjuangkan hak hukum Lina demi sebuah keadilan.
Terpisah, pada Selasa, 5 Januari 2020, Kuasa Hukum Paket Sahabat, Novan E. Manafe yang diminta tanggapannya mengatakan, tentang kasus AD di Belu yang telah di tahan, menurut Novan rasanya menjadi miris.
“Ketika saya membaca komentar para Pengamat Hukum dan Politik tentang Kasus AD di Belu yang menjadi Tersangka pidana Pemilu maka rasanya menjadi miris karena semua seakan-akan mencari kambing hitam,” ujar Novan.
Kasus ini sebernanya sederhana, dijelaskan Novan, ketika semua orang paham regulasi pemilu khususnya tata cara memberikan hak pilih di TPS sesuai ketentuan yang dianggap sebagai sesuatu pelanggaran ketika telah diabaikan sebagaimana yang diatur dengan tegas didalam pasal 349 ayat (1) UU No.7/2017 tentang Pemilu jo. Pasal 6, 9 dan 40 PKPU nomor 3/2019.
“Kesimpulan dari pada kejadian tersebut dapat terjadi oleh karena Penyelenggara, Pengawas Pemilu dan pemilih sendiri sama sekali tidak paham aturan alias buta aturan,” ungkap Pengacara Pemkot Kupang ini.
Novan pun menegaskan, mungkin Penyelenggara dan Pengawas serta jajaran ke bawahnya kurang Bimtek serta kurang sosialisasi kepada pemilih yang dalam hal ini maka penyelesaian terhadap pelanggaran tersebut tidak hanya satu-satunya dengan cara yang wajib direkomendasikan sebagai tindak pidana kalau bukan hanya untuk dapat menutupi rasa malu pengawas pemilu setempat. (pito)