Cerpen; “Morse Cinta” Oleh Dion Nggaliano

  • Whatsapp
Dion Nggaliano Pencinta Sastra, Tinggal di Waerana, Kota Komba, Manggarai Timur
banner 468x60

Dion Nggaliano

(Pencinta Sastra, Tinggal di Waerana, Kota Komba, Manggarai Timur)

Fajar melangkah di lorong waktu hari itu dengan cahayanya yang indah, menyapa beberapa ranting berembun demi membentuk sebuah lukisan kerlap kerlip yang membias dipelepuk mata. Langit cerah bumi kelimutu yang dijuluki kota pancasila itu sungguh suatu lukisan berharga yang ternilai harganya dihari itu. Seiring waktu melaju, dengan suasana kendaraan ramai lancar, semua yang tersuguh menghantar langkah pasti yang kuayun menuju SMAK Saint Peters.

“Selamat pagi semangat pagi” kusapa hari baru dipagi ini dikala langkah membawaku pergi meninggalkan gerbang rumahku.

Perlengkapan yang kuransel dihari ini sangat berbeda dari hari hari biasanya, karena pada hari ini Aku dan seluruh siswa siswi Saint Peters school berpartisipasi mensukseskan kurikulum 2013 tentang pramuka dan siap membangun tenda di bumi perkemahan Boamaso Mbay.

Pakayan pramuka dengan atribut lengkap melilit tubuh atletisku, sungguh melahirkan percaya diri yang luar biasa. dan tak bisa kubohongi itu, sungguh bak seorang polisi kutapaki lorong cita-citaku apalagi tas ransel setinggi dua cm diatas kepalaku melahirkan kewibawaan terhebatku bak seorang TNI yang siap menuju medan pertempuran.

Semangat yang terpatri hari ini rasanya agak berbeda, ia lebih fresh dan sangat membuatku bahagia karena sejengkal lagi bumi perkemahan Boamaso, akan kunikmati keindahannya. dimana kusiap berlaga menunjukan jati diri sekolahku, pribadiku dan kedisiplinan pramukaku, karena kutak ingin mengecewakan pribadiku, pembinaku, dan pertiwiku Indonesia tercinta.

Sebentar lagi akan kuintip secuil pengalaman berharga dari pembinaku dan rekan seperjuangan yang kuanggap pantas diteladani demi mengasah kebijaksanaanku dan berpijak selangkah lebih maju dalam berpramuka.

Karena hari ini merupakan hari paling berkesan, tak bisa kubohongi pada aliran waktu jika senyum pepsodent yang tercipta dari mulut mungilku, terus saja melebar bersama detakan waktu hingga gerbang sekolahku.

“Terima Kasih Tuhan” sujud batinku pagi ini pada Tuhan sang penyelenggara nafas kehidupan, karena ia telah melindungiku dalam perjalanan dari rumah ke sekolah. Dengan langkah pasti dan senyum yang masih saja kulukis menyemaraki cerahnya langit Ende pagi ini, semakin tersungging indah membias, ketika kuhampiri gerbang sekolahku.

Senyumanku tetap saja membias dan semakin tersungging manis, semanis sapa sahabat-sahabat terdekatku yang telah beberapa menit yang lalu mendahuluiku tiba di sekolah.

Disisi lain kupotret beberapa cewek seumuranku, duduk beregu diteras sekolah dengan atribut pramuka lengkap, mereka mengandai-andai tentang keramaian dan keceriaan dibumi perkemahan nanti, ada diantara mereka berimajinasi dan berfantasi dalam kolaborasi angan yang terpecah pada gelak tawa, sempat masuk kerongga telingaku segumpal ucapnya, ia ingin bongkar love di bawah api unggun nanti.

Kupingku yang sedikit merekam percakapan itu seakan mengisyaratkan secuil senyum untuk kuubarkan lagi. “semoga” seru batinku lagi.

Tanpa kunakodai dan dari lorong mana ia datang, terlintas indah dibenakku segumpal angan untuk menjadi seorang muda yang sukses yang pernah kujanjikan pada sahabatku.

Seribu kata semangat membara yang ia haturkan,, merupakan suport terhebat bagiku untuk melangkah maju karena, kesuksesan itu hanya satu CM didepan mata kita, jika kita gigih memperjuangkannya maka kita akan dengan mudah mendapatkannya, jika kita dengan menyerah pada tantangannya maka kita tidak akan mendapatkannya bahkan jika kita ingin berjalan ditempat saja ia tak akan lari, tetap saja satu CM menanti kita didepan pelepuk mata.

Kutarik nafas penuh semangat, melepasnya penuh keiklasan. Potret pagi yang indah masih saja terjepret kamera matakudan seiring waktu dipergelangan tanganku, mentari mulai menampakan wajah utuhnya dan tak malu lagi bersembunyi dibalik bukit. Sungguh, inilah hari yang hebat dengan semangat yang terus membara.

“hay,, pagi kak……” suara lembut itu datang menghardik gumpalan angan yang berirama didunia imajinasiku, ketika seseorang yang melintas disampingku dari arah berlawanan, bermadah menyapaku.

Kupalingkan wajah kearahnya dan menebarkan sepucuk senyum termanisku pagi ini untuk pemilik suara yang menyapaku itu.

“pagi juga weta” balasku. “apa kabar Kak. ceria amat ngero?” ucapnya tanpa ragu dan menghentikan langkahnya sejenak ketika kutapaki teras sekolah menuju kelasku. “Puji Tuhan weta” balasku.

Namun sapa itu terusik pergi, ketika kuberpaling pada seseorang yang berkomentar lepas dari belakang. “ciewwww,,, cieeewwwww,, so sweat” sambung pemilik suara itu sambil mendekat kearahku dan melangkah bersamaku kekelas. “wallah……..biiasa aja kali” celotehku malu-malu kucing pada Ardian rangga, sahabat sekelasku sang pemilik suara yang mengusik pertemuanku tadi.

“sebagai sahabat aku support ndoe”.

Kalian berdua cocok” kembali Rangga menggodaku, sambil terkekeh konyol.

“waduh,,, ah rempong amat sih.

Udah,, udah,, udah.. itu Cuma obsesi kamu adja, yang perlu kamu tahu, kami hanya sebatas teman saja,” celotehku berdialek Jawa.

Teman apa demam, umpatnya lagi.

“Wallah,,, teman. Yang perlu kamu tahu Arind biasa adja sama Aku, tak ada yang istimewa layaknya pacaran diusia kita. Aku tak mau optimis padanya karena Aku tak mau cintaku bertepuk sebelah tangan. Memang benar ia menerima cintaku dikala itu, namun sejauh ini semuanya biasa aja coy, dan bahkan aku menganggap semua ini sebatas PHP saja. Puas kamu dengan penjelasanku?” tukasku, sambil terus melangkah bersamanya.

Iapun mengangguk saja, tanpa berkomentar lagi. Namun disatu sisi sungguh tak bisa dibohongi jika Aku benar-benar feeling in love kepada pemilik suara yang menyapaku tadi, bahkan terasa istimewa ketika beradu mata dengannya dan ngobrol sebentar, meski diusik Ardian Rangga.

Setiap hari kuselalu mendengar sapanya, dan seakan ia selalu berada didekatku kapanpun dan dimanapun. “Apakah mungkin karena Ia sekelas denganku, dan pernah kusampaikan isi hatiku padanya kala itu, yang sampai detik ini, belum saja ia jawab dengan sebuah kesungguhan cinta?. Apakah kata hatiku berkenan untuk cintanya yang belum bertuan, ataukah ia tak ingin mencintai lelaki sederhana seperti Aku?”. Beberapa lembar pertanyaan ngawur kembali membentur otakku. Waduh,,,,, positif thingking saja Rintho, mungkin Ia sebatas cewek PHP dieliminasi cinta monyet.

Meski suara hatiku bermadah berulang kali dan kucoba tepis serta beramnesia sesaat pada pemilik suara syaduh tadi yang sering kami sapa Astrid itu, namun terasa masih saja mengiang digendang telingaku kidung sapanya pagi ini. walau langkahku hampir saja menapaki kelas sains, tempatku menimbah ilmu bersama tiga puluh sembilan siswa lainnya.

Mungkin karena Aku membayangi paras cantiknya, ataukah hanya sekedar permainan imajinasiku yang terus berobsesi.”stop!. ya sudalah,, mungkin ini sebatas rasaku, yang tak pernah ia pahami, karena ia masih terpenjara pada egonya yang belum saja tergerus perasaan cinta”.

Kini batinku menghardik logika gilaku yang berobsesi dan berceloteh sebelum bel sekolahku berteriak agar kami segera berkumpul di lapangan upacara guna mendengarkan himbauan dan arahan dari kepala sekolah dan pembina pramuka tentang perjalanan hari ini ke Boamaso.

Setengah jam berlalu, segala aturan main perjalanan dan himbauan serta arahan ke Boamaso telah berpindah tempat, dari otak pembina pramukaku ke ratusan siswa-siswi yang berkerumun dilapangan sekolah dan ditutup dengan doa bersama agar Yesus mengiringi perjalanan kami tanpa hambatan.

Singkat cerita kamipun berangkat menuju Boamaso Mbay dengan perasaan yang sangat gembira.

“Boamaso I’m comming” tutur batinku ketika kami selamat ditempat tujuan. Pemandangan luar biasa menyuguhkan seribu keindahan didepan mataku. kusaksikan ratusan kepala, bersatu untuk indonesia yang harmonis disini, dibawa panji pramuka yang berkibar di langit Boamaso.

Mulai dari apel upacara pembuka, dan sejuta kegiatan lain dihari pertama tak surutkan semangatku. bersama regu Panda, dibawa komandoku, kami hadirkan sebuah tenda pramuka, layaknya regu dari lainnya. puluhan tenda berjejer disatu hamparan luas menghadirkan keindahan yang luar biasa.

Step by step, kegiatan yang telah dirancang mengalir selayaknya. Ribuan wajah kukenal disana dan terasa akrab. Bukan karena aku sok gaul namun karena kuberpikir, sekali kegiatan langkah seperti ini, akan mendapatkan seribu sahabat selamanya. sehingga tak boleh disia-siakan kehadirannya, karena esok kita akan berpisah dengan seribu cerita yang akan dibawa hingga usia senja. Kurangkai banyak sahabat disana. Dari sekian banyak yang kukenali, rasanya ada seseorang yang memberi perhatian lebih padaku.

Pertemuan itu sungguh merupakan pintu baginya untuk perhatian padaku, hingga beberapa sahabat kentalku menggooda tanpa henti. Aku yang pemalu pada hal-hal yang tak berumus itu, mengelak meski berbohong pada nuraniku.

Aku tak ingin mereka tahu hanya ada cinta yang tersembunyi 30% dilubuk hatiku untuk pemilik nama Arind Roswita, karena 70% rasaku masih saja menanti sentuhan Astrid Nggose.

Waktu terus berlalu dan besok akan kami ucapkan sayonara pada langit yang membentangi Boamaso. Kami akan berpisah dan tak tahu kapan akan bersuah ditempat itu lagi, sehingga hari ini kegiatan full time dari subuh hingga selepas isha. Regu dan anggotanya bergotong royong mensukseskan kegiatan hari ini demi api unggun raksasa yng akan berkobar malam nanti. Semua bekerja menunjukan performa terbaiknya dalam persaingan yang sehat. Suara peluit bersahutan menyemaraki mentari yang sebentar lagi meninggalkan hari ini dan bertitah pada bulan untuk menemani kami.

Ketika kesibukan membius seribu nyawa yang tak seorangpun berpangkuh tangan itu, kudengar suara peluit panjang meringkik, mengisyaratkan semua regu beristirahat sejenak. Kusaksikan semua insan ciptaan Tuhan yang bernaung dibawa kibaran tunas kelapa itu menarik nafas legah, dan bahkan ada yang menghempas tubuh ketanah. Aku dan reguku pun beristirahat ditempat sesuai komando, bertetangga dengan regu Merpati kawalan Arind Roswita.

Begitu kakiku hendak bersila ditanah kudengar namaku disebut seseorang.

“kaka Rintho,, Rintho dasuka”. Meski setengah berbisik nada itu menyusup kerongga telingaku. Belum sempat kuberpaling kearah datangnya suara, Arind Roswita begitu sigap meniupkan peluitnya dan Akupun memalingkan wajah kearahnya dengan sikap refleks. Karena ciri khas seorang pramuka sejati, setiap kali mendengar suara peluit selalu saja merespon dengan cepat, meski tak harus dinahkodai. Ketika tatapanku beradu dengan bola matanya, Arind pun menyunggingkan senyum termanisnya untuk kesekian kalinya kepadaku, dan senyumannya kali ini seakan menciptakan suatu hawa special dalam pembulu darahku. Terasa bak hawa panas mengalir dari ubun-ubunku hingga ujung kakiku. Kurasa sebagai seorang teman baru ia memberikan ini karena esok semua yang berada disini akan mengucapkan kalimat good bye, see u next time..

“Rintho,, apa yang terjadi?” sapa jiwa pada ragaku yang terhipnotis pada sebait senyum Arind. Aku masih menatapnya, menarik nafas dengan penuh perasaan dan menahannya dirongga dada, dan bersamaan dengan itu Arind mengisyaratkan sesuatu padaku lewat kerlingan matanya yang baru pertama kali ia ciptakan untukku..

Aku terdiam dan masih menatapnya, terpaku kaku ditempat, bak sedang melakukan aksi mannequin chalenge, viral dunia maya yang kini populer di kalangan remaja.

Sebagai lelaki tampan, bukan anak mami yang cemen, Aku tak ingin kalah. kuberi sedikit signal padanya lewat balasan kerlingan mata meski dengan separuh hati, karena cinta ini tak seutuhnya untuk Arind.

“kenapa harus Arind yang memberikan semua itu. bukan Astrid?. Dimanakah dia?” kembali batinku berceloteh.

Kutengok kiri kanan sejenak dengan sigap, dan kutemukan Astrid sedang sibuk dengan teamnya, begitu cantik ia senja itu meski tak bermake up, namun sekilas kukembali membuka ruang pada sesuatu yang diisyaratkan Arind.

Sungguh mataku tak lari dari sebuah lukisan hebat yang ia ciptakan dan gendang telingaku terasa damai menikmati alunan nada morse dari peluit yang ia pekik, sambil melangkah maju mendekat kearahku. Sungguh ia menciptakan sesuatu yang biasa menjadi luar biasa. Betapa hatiku dag, dig, dug bermadah dalam lukisan yang sangat luar biasa ini disaksikan sunset yang tersenyum ramah sebelum ia menyambut malam. Kini Arind berada sejengkal dedepan mataku. Dan empat bola mata tak berkedip, saling tatap tatapan seakan dihipnotis. Ketika ia berhenti memekikkan peluitnya, kumerangkai sandi morse yang baru usai ia pekikkan “Aku suka sama kamu” begitulah isinya.

“seorang wanita yang hebat bukan ia yang malu malu kucing dalam mengatakan cintanya, namun ia yang mampu membungkus sesuatu yang biasa menjadi kado yang luar biasa, meski sesederhana morse” gumam batinku diiringi tarikan nafas dan sunggingan senyum ketulusanku.

Arind pun membalasnya, dan dalam hitungan detik anggota regunya membentuk lingkaran love, dimana kami berada di tengah.

“ungkaaaaap,, ungkaaaaap,, ungkaaaaaap,,,,” semarak puluhan suara berirama dari anggota lingkaran yang diikuti oleh anggotaku bersorak gemuruh sambil tepuk tangan. Semua pandangan regu lain tertuju kearah kami termasuk regu kelinci asuhan Astrid Nggose. Perlahan telingaku memanas dan wajahku merah padam. “waduh,,, kena jebak Aku” celoteh batinku, kalang kabut.. Akupun menunduk sejenak, dan kini Arind berdiri dihadapanku yang masih terpekur menunduk. Kutarik nafas sedalam samudera, meladeni cara termannisnya, kuberdiri perlahan dan menggapai kedua tangannya, “thank u, i love you so much” ucapku dengan nada datar penuh wibawa. Ia tertunduk malu, ketika sorak sorai anggota lingkaran bergemuruh untuk kedua kalinya. Kumaju selangkah dan berdiri sejajar disampingnya, dan memberikan bahu baginya untuk bersandar sejenak melepas penat pramuka dan beban cinta yang selama ini ia pendam.

Tanpa ragu Arind pun merangkul lenganku, membiarkan rasanya mengalir pada kedamaian disukmaku.

Akupun merasakan hal yang sama, namun ternyata disisi lain Astrid merasa terpukul dengan aksiku, merasa dikhianati dengan harga yang begitu murah. Di bujuk emosi yang membara dan mental yang kuat iapun menyeroboti lingkaran yang dibuat oleh regu panda demi menuntuk klarifikasi padaku tentang semua yang baru saja terjadi, yang mmembuatnya menangis dan tak kuat menyaksikan semuanya itu.

Anggota regu yang membentengi Aku dan Arind, merasa bak kesambar petir disenjja tak berawan ketika menyaksikan Astrid masuk, maniquin chalennge yang kualami bebberapa saat yang lalu, kini menghipnotis mereka. Diam, terpaku dan bahkan membeku seribu aura yang melingkari kami.

“ada apa dengan semua ini Rintho, tolong kamu jelas ke Aku. berarti selama ini kamu tidak pernah menganggap Aku ada di kehidupan kamu. Kamu merasa Aku hanya seonggok debu yang pernah kamu tiupkan dalam potretmu diinstagram itu. Ia kan?, berarti iinikah jawaban dari fotomu itu Kak?. Tolong jawab aku Rintho . Aku minta maaf pada teman-teman semua jika kehadiranku disini merusak permainan yang romantis ini,. Maafkan Aku Arind Roswita, kita sama-sama perempuan, Aku hanya minta klarifikasi yang pasti dari Kak Rintho pada semua yang terjadi disini.” celoteh Astrid ditengah lingkaran itu dengan deraian airmata. Ia berorasi dengan nada santun dalam sebait kehancuran meski tak bermikrofon, meski tak seramai aksi damai 4 nopember yang lalu. Aspirasi yang ia utarakan kali ini, tak ada pihak manapun yang menungganginya, semuanya bersih karena cinta dan cinta yang salah tafsir.

Aku menatap kedua bola matanya dan memegang kedua pundaknya yang terasa rapuh karena sebuah kehancuran. “mafkan Aku Tuhan.. maafkan Aku Astrid” tutur nuraniku. “Dengarkan Aku Astrid, Aku tidak pernah mengabaikanmu, memang benar Aku pernah nyatakan perasaan cinta sama kamu beberapa waktu lalu, namun kamu tidak merespon itu, sehingga Aku merasa cintaku bertepuk sebelah tangan, dan cintamu telah bertuan. I’m sorry.. pliiis!!!” ucapku padanya.

Ia pun menghempas tanganku dan berlari meninggalkan lingkaran itu, kutak menahan langkahnya kubiarkan Ia mengaduh pada alam Boamaso akan kesan cuek yang ia persembahkan padaku selama ini.

Kuberalih pandang kearah Arind yang kini membelakangiku. “selesaikan dulu masalahmu Kak, maaf jika Aku PKO (perampas kebahagiaan Orang). Aku tidak tahu jika kaka sudah memiliki Astrid.

Jika CLBK (Cinta Lama Belum Kelar), kuiklas kaka kembali kepadanya, dan kita berteman saja. Dan jika semua telah kelar maka aku siap menjadi penjaga taman hatimu” ucap Arind Roswita padaku. “semuanya sudah kelar Arind. Aku sayang kamu. Yang perlu kamu ketahui seorang lelaki yang hebat, bukan Ia yang memiliki banyak wanita dalam hidupnya, namun ia yang rela meninggalkan seribu wanita untuk satu wanita yang mencintainya” balasku tanpa ragu.

Kugenggam kedua tangannya, namun kutak berani mengecup kening dan memeluknya karena kami masih belia dan masih SMA. Kami menjaga kesucian cinta, sesuci hati remaja, kami tak biarkan gelora an amarah menghujamnya seperti remaja lain yang menodai cinta karena sebuah napsu setan yang membara. Negeri Mbay yang sering disapa Surabaya flores itu dengan keindahannya menjadi saksi bisu kedamaian cinta senja ini, kuyakin sunset yang baru saja pamit, mengemas cerita terindah hari ini pada malam bahwa morse cinta memekik di bumi perkemahan Boamaso.

Waktupun mengalir denngan kehebatannya menuju api unggun yang berkobar menerangi malam gelap ditemani bintang yang bertaburan diangkasa.

Pemandangan malam yang indah mengokohkan dua hati satu cinta remaja SMA yang suci. kami mencintai bukan untuk sebuah napsu yang berkobar namun untuk saling mensuport aliran masa depan yang gemilang..

Malam berlalu mengisahkan seribu cerita indah dibawa rasa letih yang menghujam, menuju pagi yang mengemas cerita tawa dan airmata diantara bisik riuh tembang never say good bye.

Ketika langkah-langkah ratusan tunas bangsa dan deru ramai kendaraan meninggalkan bumi perkemahan Boamaso, semuanya melambaikan tangan pada alam yang tertunduk bisu “sayonara Boamaso Mbay, sampai jumpa di lain kesempatan”..

Editor, Silva Jeharum, Pito

Komentar Anda?

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *