Covid-19 dan Tantangan SDM Menuju Indonesia Emas 2045

  • Whatsapp
Ibnu Hj. M. K. Tokan (Ketua Umum HMI Cabang Kupang)

Oleh : Ibnu Hj. M. K. Tokan

(Ketua Umum HMI Cabang Kupang)

Read More

“Intelektual adalah seseorang yang ikut campur dengan apa yang bukan urusannya”.(Jean-Paul Sartre)

PENGANTAR

Ditengah situasi pandemi Covid-19 Indonesia telah mengalami tantangan hebat dalam upaya penanggulangan Covid-19. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dengan menekan laju Covid-19 mulai dari pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) sampai pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan berbagai level mulai dari PPKM level I sampai level IV.

Dampak akhibat pandemi ini tidak hanya terjadi pada sektor kesehatan melainkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2021 akan melambat dan hanya 3,5℅ secara tahunan (yoy).

Kondisi ini menyebabkan Indonesia harus siap menghadapi keadaan ini dengan merevitalisasi grand design aturan penanganan pendemi Covid-19 agar pertumbuhan ekonomi kembali normal dan mampu menekan laju pertumbuhan angka covid-19.

Upaya pemerintah dengan menghadirkan vaksin sebagai solusi alternatif sekaligus tameng untuk menghadapi gempuran Covid-19 menuai berbagai respon ditengah masyarakat.

Menurut Prof. Bimo Ario Tejo, PhD. (ahli bioteknologi dari Universitas Putra Malaysia) mengatakan bahwa berdasar ketentuan dari World Health Organization (WHO) mengenai syarat pemberian vaksin, regulator dapat melakukan vaksinasi apabila angka efikasi vaksin Covid-19 ada di atas 50%. “Jadi, angka efikasi atau kemanjuran dari Vaksin Sinovac yang hanya 65% itu sebenarnya sudah memenuhi syarat yang dijelaskan oleh WHO” jelasnya.

Lebih lanjut, Bimo Ario menekankan bahwa dari angka efikasi 65% tersebut, maka potensi masyarakat yang sudah divaksin bisa tertular Covid-19 adalah 35%. Dengan hasil yang demikian, maka orang yang sudah mendapat suntikan vaksin masih perlu untuk menjalankan protokol kesehatan sebagaimana mestinya.

Upaya solusi alternatif dari pemerintah dengan menghadirkan vaksin diharapakan dapat menekan pertumbuhan angka Covid-19 mulai dari vaksin merk Sinovac, Astra Zeneca dan vaksin merah putih. Rencananya pemerintah menargetkan vaksin ini dengan skala 70℅ untuk mencapai syarat Herd Immunity.

COVID-19 VS INDONESIA EMAS

Ditengah kondisi yang sangat pelik ini, pemerintah juga diharapkan memikirkan masa depan bangsa Indonesia seperti yang telah di canangkan secara nasional bahwa di 2045 nanti indonesia menuju puncak keemasannya.

Indonesia di gadang akan mencapai masa keemasan pada tahun 2045 bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan Indonesia.

Untuk mencapai visi Indonesia 2045 didukung oleh 4 pilar utama, yaitu:
1) pembangunan SDM dan penguasaan Iptek,
2) perkembangan ekenomi berkelanjutan,
3) pemerataan pembangunan,
4) ketahanan nasional dan tatakelola pemerintahan.

Fokus pembahasan penulis kali ini bagaimana menawarkan gagasan serta solusi dari kebuntutan panjang akhibat pandemi ini dalam perspektif pembangunan sumber daya manusia.

Indonesia dalam tantangan pembangunan SDM di tahun 2030 hingga 2035 nanti akan mendapatkan bonus demografi di mana Indonesia akan lebih banyak ditopang oleh 52 persen penduduk dengan usia produktif.
Inilah yang harus dimanfaatkan oleh Indonesia agar dapat bersaing dengan negara lainnya. Oleh sebab itu, pembangunan SDM menjadi kunci dalam rangka menghantarkan bangsa Indonesia kepada Indonesia emas di 2045.

Pemerintah telah mempersiapkan berbagai upaya untuk membangun sumber daya manusia lewat Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (KEMENKO PMK) dengan strategi pembangunan sumber daya manusia fokus pada generasi usia dini.
Hal ini terkonfirmasi saat MENKO PMK memberikan Ceramah Isu Strategis Nasional pada Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tk. II angkatan XXI tahun 2021 secara virtual pada jumad 30 Juli 2021.

Ia berkata, “Kalau kita bicara 2045, artinya 24 tahun dari sekarang bahkan kita harus perhatikan betul orang-orang yang masih balita. Mulai sekarang ini kita harus fokus pada orang-orang yang masih di PAUD,”

Ibnu melihat bahwa untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia harus di topang dengan kualitas pendidikan yang mumpuni. Fakta lapangan membuktikan bahwa hari ini proses pendidikan lewat media pembelajaran telah mengalami perubahan pasca pandemi covid-19 dengan media daring/online dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dunia Perguruan Tinggi.

Media daring ini menyebabkan berbagai distorsi pendidikan mulai dari Pemahaman siswa/mahasiswa terhadap materi kurang, Guru/dosen sulit memantau perkembangan belajar siswa/mahasiswa, dan Berkurangnya interaksi antara guru/dosen dan siswa/mahasiswa serta interaksi sosial dan pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan karakter diri mengalami hambatan.

Kita memerlukan jalan Keluar dari kebuntutan hari ini sebab sumber daya manusia juga harus di topang dengan kualitas serta karakter diri yang mampu beradaptasi dengan berbagai tantangan global kedepannya. Kebuntutan yang harus segera di selesaikan adalah bagaimana memutuskan mata rantai Covid-19.

Upaya pemerintah dalam menekan pertumbuhan Covid-19 ini harus dipikirkan dari sekarang dengan cara menyusun grand design penanganan Covid-19 seperti yang diungkapkan oleh Irwandy (Ketua Departemen Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin) bahwa:

1). kebijakan pengendalian Covid-19 di negeri ini adalah tidak adanya visi bersama, padahal Padahal Indonesia sebelumnya telah punya sejarah manis melalui visi Anak Indonesia Bebas Polio yang telah menginspirasi dan mengantarkan Indonesia meraih sertifikasi bebas polio dari WHO pada 2014. Sebagai perbandingan, pentingnya sebuah visi yang jelas ini telah diperlihatkan efektivitasnya di Melbourne Australia dengan kebijakan “Go For Zero”.
Pesan tersirat dari visi kebijakan tersebut jelas memperlihatkan bahwa tujuan akhir dari kebijakan mereka adalah membuat kasus COVID-19 menjadi nol dan mereka beberapa kali telah berhasil mewujudkannya.

2). Kelemahan dari berbagai kebijakan pembatasan dari tingkat nasional hingga level kelurahan seperti PSBB, PSBB Transisi, PPKM hingga PPKM Mikro adalah tidak ada standar yang jelas kapan sebenarnya berbagai pembatasan tersebut harus diberlakukan. Selain itu, pemerintah melalui Satgas Penanganan COVID-19 juga telah lama menilai kondisi kabupaten dan kota dengan membagi menjadi zona merah, orange, kuning, dan hijau. Kita perlu ada kejelasan ambang batas dan konsekuensi yang timbul. Hal ini penting mengingat salah satu faktor keberhasilan Selandia Baru mengendalikan pandemi adalah karena adanya kebijakan strategi yang jelas, konsisten dan transparan dalam proses pengambilan keputusan pengetatan atau pelonggaran yang dilakukan pemerintah.

3). Strategi pembatasan sosial atau wilayah yang selama ini dilakukan pemerintah belum dibarengi upaya serius untuk meningkatkan jumlah pengetesan, pelacakan, dan isolasi.Hasil Kajian Global strategies and effectiveness for COVID-19 prevention through contact tracing, screening, quarantine, and isolation: a systematic review pada sembilan riset pengamatan dan 13 riset pemodelan menyimpulkan bahwa akibat pengetesan dan pelacakan yang tidak berjalan baik, diperkirakan ada sekitar 75% kasus tidak bergejala yang tidak berhasil ditemukan di masyarakat.

Jika mata rantai pandemi ini tidak segera di putuskan maka bisa diperkirakan media pembelajaran daring ini diperpanjang sampai dengan 10 sampai 20 tahun ke depan dan produk sumber daya manusia yang kita harapkan bukan manusia emas sesuai visi Indonesia Emas tetapi manusia yang memiliki kehampaan intelektual serta gangguan psikis dan emosional berkepanjangan akhibat dari dampak pandemi serta pembelajaran online yang tak berkesudahan.

Komentar Anda?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *