Oleh : Poyensianus Marton
Mahasiswa Fkip, Undana
Konon kabarnya
Berhias keringat matahari siang
Debu kenalpot dan seratus lima puluh pasang mata
Pejuang kita berkaya
Kutu diketiaknya dan seribu selogan diliurnya
Apa didapat pejuang pagi ini?
Rapat seujung pagi, bergelas kopi berbungkus rokok bermangkok mie
Malam tumpah dengan serapah
Semangat tengik berlendir upah
Dalam dompet lusuhnya
Pejuang menyimpan penjara bagi perempuan lusuh dan lenta
Perempuan yang kini janda tak punya daya disepetak rumah tua
Dibenam sepi ditembok luka
Aku akan bikin ibu bahagia
Pejuang memandang jempol yang rapuh
Perempuan disajadah khusuk
Mengirim lima ribuh macam doa
Anak yang sibuk memanggil mimbar
Berharta kata-kata
Ideologi yang jadi ganja dan janji yang berkoreng dikepala
Kita tidak boleh lagi sengsara
Untuk ibu anakpun propaganda
Diseperempat pagi, pejuang sudah asyik berorasi
Masa berkumpul menagih komisi
Tapi aku punya ide, bukan nasi
Pejuang menjerit wajahnya pasi
Tapi mana orang mau mengerti
Demonstrasi bakal batal pagi ini
Tak ada bekal bahkan sekedar kopi
Pejuang termangu tak mengerti
Ide, semangat tak laku lagi
Rezim penindas hukum yang keji
Masa tak lagi peduli kecuali jatah rejeki, transport atau tambahan anak istri
Di lepas siang pejuang merapikan diri, berbekal map dan hati yang kecut
Bertemu tuan digedung mewah yang padat gengsi
Selamat siang tuan pejuang
Sapa tuan dengan tawa sopan
Aku mengerti
Jawab tuan tanpa pertanyaan
Terkesiap pejuang tak siap peluang
Tak berpanjang tuan menyodor uang
Pergilah berjuang…….. jadihlah pahlawan
Tetapi aku melawan tuan
Apa masalahnya?
Tuan ada untuk dilawan
Loh… kenapa tuan
Sore tak lagi terik, bergantung padat dan mata sipit, pejuang-pejuang pulang tiada sambat
Beratus patriot setia menunggu
Masa mendesak sudah beribu, juga keluh dan kuatir ibu
Belum lagi pagi pejuang datang padat harapan
Patriot bersorak, masa bersalaman
Semua bertepuk mengeluh-eluh
Pejuang tersipu hatinya keluh
Ingat ibu dan rebusan ubi kayu
Malam rapuh mulai jatuh
Petak rumah, tembok lupa
Pejuang tiba coba gembira
Sepuluh bingkisan untuk ibunda dan tawa pertama sekujur hidupnya
Tapi tak ada suara, pintu tak buka diketuk lima
Sepuluh bingkisan jatuh tertimpah
Digelap kamar itu, tubuh rapu diri membeku
Jarum benang ditangan, ubi beku dipangkuan
Darah tertahan ditenggorokan
Langit tidak menjerit, malam tidak melolong
Darah pejuang rasa menjerit pikiran dan jiwanya
Kosong…. Besok jadi sejarah
Anak jelata jadi pahlawan
Anak jelata kini bangsawan
Dan 1000 hati, 1000 kaki membekas
Tapak ditengah yang masih merah dan basah
Canda sepi tanpa kenangan
Anak satu lenyap dikemenangan
Hidup…hidup…hiduplah….
Anak bangsa