Kota Kupang, penanusantara.com- Senator Ibrahim Medah masih menilai bahwa kondisi kemiskinan Nusa Tenggara Timur (NTT) mesti diatasi. Hal ini disampaikannya dalam diskusi terbuka bersama akademisi dari beberapa Perguruan Tinggi, Diskusi ini dilaksanakan di ruangan pertemuan (meeting room) kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) NTT. Kamis (05/01).
Dalam menyampaikan pemikirannya, Medah menyampaikan bahwa mesti menjadikan aspek pertanian sebagai lokomotif pemberdayaan maayarakat.
“Di NTT aspek pertanian harus sebagai lokomotif pemberdayaan masyarakat di NTT,” ujarnya
Lanjut Medah, Kekuasaan modal dan kerja neokolonialisme akan dengan mudah diatasi jika ada kekuatan sistem dan modal masyarakat itu sendiri.
Dalam Sesi terakhir, Ibrahim Medah menambahkan bahwa aspek pertanian mesti menjadi spesifik. lanjutnya, NTT memiliki angka sebanyak 61% sebagai petani. Angka ini akan terus menurun setiap tahun mengingat banyak masyarakat yang memilih meninggalkan bertani dan menjadi penjual jasa, juga TKI.
“lahan pertanian kita ada. Masyarakat harus diberdayakan. Air dan lahan pertanian harus dikelola secara baik dan benar. Kita curah hujannya cuman tiga bulan pertahun seharusnya sudah bisa diakali untuk memenuhi kebutuhan pertanian lahan kering,” jelas Medah
Sementara itu, Lasarus Jehamat menegaskan bahwa, Kapitalis dan Neoliberalis masih menjadi musuh besar petani yang ada di NTT saat ini.
“Kapitalis dan Neolibarisme harus menjadi musuh para petani di NTT,” kata Lasarus.
Selain itu, pakar kebijakan publik, Administrasi Negara Undana, Lorens Sahirani menambahkan bahwa ada perubahan signifikan pada kepemilikan tanah. Lanjutnya, hal ini disebabkan karena struktur masyarakat NTT terbentuk karena tanah.
“Jika tanah sudah dibagikan maka secara sosiologis akan berpengaruh bagi pergeseran profesi. “Orang tidak lagi bertani melainkan memilih menjadi TKI.” imbuh Lorens
Diskusi ilmiah ini dimoderatori oleh ptaktisi Frans Sarong. Hadir dalam diskusi ini yakni, Lasarus Jehamat (sosiolog undana), Yoa Jelahut dan Ipi de Rozari (ahli AMDAL dan Antropolog Undana), Stanis Man (Direktur pasca UNWIRA) dan juga pakar kebijakkan publik lainnya. (Ronis Natom)