Kota Kupang, penanusantara.com – Suatu Daerah yang terbentuk hingga sekarang, pastilah menyimpan cerita sejarah awal berdirinya daerah tersebut. Cerita yang bisa di terima oleh logika bahkan yang tidak bisa di terima oleh logika sehat pun, namun faktanya akan terjadi seperti dalam alur kisah sejarah yang sudah pernah terjadi pada daerah itu.
Seperti hal nya sebuah Istana Raja Kupang (Nisnoni), yang di bangun pada kisaran Tahun 1943 di kelurahan Fatukoa Kota kupang Kecamatan Maulafa yang masih tersimpan kisah misteri hingga sekarang ini, terkhususnya dalam masyarakat di kelurahan Fatukoa.
Istana yang di sinyalir di bangun sebagai tempat untuk persembunyian Raja Kupang Saat itu, Raja Alfonsus Nisnoni beserta keluarga nya dari penjajahan Jepang, sampai sekarang ini terbukti masih adanya berbagai macam pecahan Alat-alat dapur jaman dulu yang sudah pecah dan masih berserakan di area tersebut dan merupakan bukti kuat keberadaan istana ini.
Terletak di tengah hutan lebat ujung selatan kelurahan Fatukoa, dan di kelilingi bebatuan besar serta lebatnya pepohonan ini, sudah pastinya membuat merinding saat masuk ke area tersebut.
Masyarakat di kelurahan Fatukoa percaya, saat membangun istana tersebut waktu itu, para tertua kampung memakai mantra khusus atau hal mistis untuk menutup area tersebut agar Raja beserta keluarganya terlindung dari serangan penjajah saat itu.
“Kami dengar dari orang tua kami, bahwa waktu bangun istana ini. Semua area dalam pusat kelurahan fatukoa di tutup memakai mantra atau hal yang bersifat mistis, gunanya untuk melindungi Raja Nisnoni. sehingga penjajah tidak bisa melihat kampung kami ini, hanya terlihat jurang dan bebatuan,” kata Noh Humsibu salah satu warga fatukoa saat di wawancarai di area istana tersebut Selasa, (08/05/18).
Ia juga mengatakan, istana tersebut dinamai Son Putu yang artinya istana yang terbakar karena saat itu setelah istananya sudah terbakar, maka Raja bersama keluarganya tidak lagi menempatinya dan pindah ke Kota Kupang.
“Kami biasa sebut Son Putu (istana terbakar), karena saat itu katanya terbakar dan semua barang yang ada di dalamnya hangus terbakar. Maka raja pun pindah ke kota kupang saat itu,” ceritanya.
Sementara itu, hal senada juga di sampaikan oleh Melkias Asanab salah satu tertua adat di wilayah Fatukoa. Ia mengatakan dahulunya istana tersebut ramai dikunjungi warga dari setiap kampung untuk menari dan menghibur raja beserta keluarganya dan itupun wajib di laksanakan.
“Saat istana itu masih berdiri, semua rakyat di haruskan untuk datang menghibur Raja. Jadi ada pembagian jadwal waktu itu, masing-masing jadwal selama seminggu. Membawa bekal sendiri, karena raja tidak memberi makan untuk rakyat, jadi kita sendiri yang membawa bekal makanan dari rumah masing-masing,” tuturnya.
Dia menjelaskan, istana tersebut di bangun sekitar tahun 1943 karena masa penjajahan Jepang saat itu, Dan Raja Nisnoni yang menempatinya pun berlangsung lama karena istri sang Raja sempat melahirkan seorang Anak dan membesarkannya di istana tersebut.
“Mereka (Raja) tinggal disitu berlangsung lama, sekitar tiga tahun lamanya dan saat indonesia sudah merdeka dan keadaan negara sudah mulai aman barulah mereka pergi ke kota sekarang kecamatan Kota Raja,” jelasnya.
Ia pun mengatakan dampak dari istana tersebut pun sampai sekarang masih terasa, karna saat itu para tertua kampung menutup seluruh area pusat Fatukoa memakai mantra yang tidak bisa di jelaskan memakai logika sehat.
“Waktu istana itu masih ada, jepang tidak bisa melihat dan menemukan Fatukoa, karena sudah tertutup mantra khusus dari para Meo atau orang yang ahli dalam bidang tersebut,” katanya.
“Jadi sampai dengan sekarang terbukti, banyak orang baru yang tidak tau dimana Fatukoa, bahkan banyak orang baru yang terlanjur masuk namun kalau tidak bertanya susah untuk temukan jalan keluar, mungkin karena pengaruh dari mantra tersebut,” tambahnya
Perlu di ketahui, mungkin dari cerita tersebut, merupakan bukti dimana susah untuk pembangunan infrastruktur terjadi secara merata di kelurahan Fatukoa.
Kalaupun seperti itu, maka biarlah waktu yang menjawab semua. Karena susah untuk mengatasi sesuatu yang terjadi di luar logika sehat Manusia.
Yapi Manuleus, Pito Atu