Jurnalis Timor Express Beberkan Cara Kerja Redaksi Sampai di-PHK Saat Pandemi COVID

  • Whatsapp
Kantor Timor Express

Kota Kupang, penanusantara.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Kupang menerima pengaduan dan permohonan advokasi terkait dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan Harian Timor Express (TIMEX) terhadap jurnalisnya, Obed Gerimu.

Ketua Divisi Advokasi AJI Kota Kupang, Yohanes Seo, SH., yang dikonfirmasi wartawan di Kupang, Senin (9/8/2021), membenarkan.

Read More

“Ya, benar, AJI Kupang telah menerima surat pengaduan dan permohonan advokasi dari saudara Obed Gerimu yang di PHK oleh Timor Express,” kata jurnalis senior Tempo yang akrab dipanggil John Seo itu.

Menurut John, merespon surat pemohon, AJI Kota Kupang segera melakukan rapat internal guna merumuskan sikap dan langkah advokasi yang bakal ditempuh.

“Kami juga telah berkonsultasi dengan AJI Indonesia dan telah mendapatkan masukan dan petunjuk guna upaya advokasi dimaksud. Respon cepat ini kami lakukan karena pemohon juga merupakan anggota AJI Kupang yang saat ini menjabat Ketua Divisi Ketenagakerjaan,” tegas John.

Masih menurut John, advokasi yang dilakukan juga terkait dengan upaya memperjuangkan hak-hak pemohon sebagai pekerja media yang dikenai PHK oleh institusinya.

Sementara, Obed Gerimu dalam surat permohonannya kepada AJI Kota Kupang, menyampaikan bahwa dirinya telah dikenai PHK oleh Harian Timor Express sejak tanggal 27 Juli 2021 dengan masa kerja selama 10 tahun, 6 bulan, 27 hari.

PHK ini jelas Obed, karena dirinya dinilai tidak melaksanakan tugas di Kabupaten Sabu Raijua berdasarkan surat tugas pemimpin redaksi tertanggal 24 Juni 2021.

Terhadap surat tugas itu, Obed mengaku telah menanggapinya secara tertulis dan lisan kepada Pemred dan Direksi TIMEX. Namun pimpinan media yang merupakan anak perusahaan Jawa Pos Group itu tetap kukuh mendesak dirinya untuk bertugas di Sabu Raijua.

“Alasan mereka, penugasan terhadap saya karena adanya kerja sama terkait dengan pemilihan suara ulang (PSU) Pilkada Sabu Raijua, dan wartawan TIMEX yang di Sabu Raijua menurut mereka tidak bisa diandalkan untuk peliputan PSU,” beber mantan redaktur TIMEX itu dilansir koranntt.com.

“Apabila urgensinya adalah adanya kerja sama, maka seharusnya ada wartawan lain yang ditugaskan  ke Sabu Raijua pasca saya menolak ke sana. Namun hingga PSU berlangsung dan selesai, tidak ada wartawan dari Kupang yang ke Sabu Raijua, dan wartawan di sana yang dibebani tugas peliputan dan semuanya berjalan lancar,” sambung dia.

Dengan demikian, Obed mengaku dirinya patut menafsir dan berkeyakinan bahwa penugasan ke Sabu Raijua terhadap dirinya adalah penugasan yang patut diduga dibuat-buat oleh Pemred agar dirinya tidak nyaman dan pada akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari TIMEX.

“Pemred TIMEX, saudara Kristo Embu yang juga anggota AJI Kota Kupang, menurut penilaian saya terkesan sangat tendensius menugaskan saya ke Sabu Raijua. Karena surat tugas itu tidak saya terima, mereka lalu mengirimkan surat tugas melalui pesan aplikasi WhatsApp, dan saya pun telah memberikan tanggapan balik secara tertulis,” beber Obed.

“Pemred juga secara diam-diam mendatangi rumah saya untuk mengantarkan surat tugas tersebut, namun tidak saya terima karena sedang di luar rumah. Mereka bahkan sampai berpose di depan rumah saya sebagai laporan ke manajemen. Tindakan-tindakan seperti ini membuat saya semakin tidak nyaman, dan membulatkan keputusan untuk tidak mau bertugas di Sabu Raijua,” urainya.

Masih menurut Obed, pasca dirinya menanggapi surat tugas yang dikirim melalui pesan WhatsApp itu, Pemred bahkan memberikan rekomendasi kepada Wakil Direktur untuk menerbitkan Surat Peringatan dan Surat Panggilan melaksanakan tugas sebanyak tiga kali, dan tak satupun dia tanggapi hingga direksi TIMEX mengeluarkan surat PHK terhadapnya.

“Mengenai surat tugas ke Sabu Raijua, saat itu dalam tanggapan tertulis, saya meminta kepada Pemred untuk mempertimbangkan dan atau mengkaji kembali surat tugas ini karena dapat juga ditafsirkan sebagai sebuah sanksi atau hukuman baru terhadap saya. Karena jika penugasan ini disebutkan sebagai bagian dari kebutuhan redaksi dan kerja sama, selama ini kebutuhan berita dan kerja sama di Sabu Raijua selalu dikerjakan dengan baik dan lancar oleh rekan-rekan yang bertugas di Sabu Raijua maupun di Kupang,” urainya.

Obed mengaku dirinya berkeyakinan dan menafsir demikian, karena sebelumnya sudah ada pertemuan antara Pemred dengan dirinya di ruang rapat redaksi, dimana saat itu Pemred mengutarakan soal rencana penugasan ke Sabu Raijua.

Saat itu Obed mengaku meminta waktu untuk pikir-pikir guna memutuskan rencana tersebut, namun belum juga dia memberikan jawaban, Pemred sudah menerbitkan surat tugas untuk ke Sabu Raijua.

“Permohonan saya ini mengingat sebelumnya saya sudah pernah dihukum lewat SK Nomor: 029/TE-Dir/VI/2021 tentang perubahan status jabatan dari Redaktur menjadi Reporter yang pada konsiderans SK tersebut tercantum surat teguran Pemred dan Surat Rekomendasi Pemred, yang ini terkait dengan pemberlakukan SOP baru,” ungkap Obed.

SK itu menurut dia, hanya dititipkan pada petugas resepsionis saat HUT TIMEX tanggal 21 Juni 2021.

Sementara, menurut Obed, seseorang tidak bisa dihukum lebih dari satu kali karena dengan alasan atau pelanggaran yang sama.

“Terhadap hal ini, saya menafsir bahwa Pemred sangat bersemangat bahkan terkesan tendesius untuk memindahkan saya di Sabu Raijua. Apalagi, semenjak diterbitkan SK terhadap saya menjadi reporter, saya sama sekali tidak diberikan penugasan lagi di redaksi. Bahkan sejak tanggal 21 Juni 2021, porsi tugas saya sebelumnya sebagai redaktur sudah dibagi habis ke para redaktur yang lain,” tandasnya.

“Saya juga ingin tegaskan bahwa sikap saya ini bukan sebagai sebuah pembangkangan terhadap institusi Timor Express, tetapi merupakan upaya saya untuk mendapatkan keadilan. Mengingat, jika hukuman ini merujuk pada tingkat kehadiran mengikuti rapat redaksi, maka ada beberapa redaktur lain yang juga membuat pelanggaran yang sama, dan juga menerima surat teguran Pemred dalam jumlah yang sama pula. Namun kenapa hanya saya yang mendapatkan hukuman seperti ini,” lanjut dia.

Terhadap pemutusan hubungan kerja yang dialaminya, apalagi saat masa pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini, Obed memohon kepada AJI Kota Kupang untuk dapat ikut membantu memberikan advokasi.

“Besar harapan persoalan serupa tidak lagi dialami oleh anggota AJI Kupang yang lain, termasuk rekan-rekan jurnalis di medianya masing-masing,” tutup Obed Gerimu. (*/kn)

Komentar Anda?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *