Kalender Unik Suku Boti di NTT, Seminggu Ada 9 Hari

  • Whatsapp
ket foto : liputan6.com
banner 468x60

penanusantara.com – Suku Boti di NTT punya kalender unik yang berbeda dari kalender biasa. Mereka percaya dalam seminggu ada 9 hari, dengan filosofinya masing-masing.

Kerajaan Boti adalah kerajaan terakhir di pulau Timor yang masih tetap bertahan dari gempuran modernisasi. Kerajaan Boti atau yang biasa dikenal dengan desa adat Boti berada di Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Untuk mencapai desa ini, Dari kota Soe dibutuhkan waktu satu setengah jam dalam kondisi normal, dan dua sampai tiga jam jika dalam musim penghujan.

Jarak dari Soe, kota kabupaten Timor Tengah selatan ke desa Boti sekitar 43 KM. Letak desa Boti ini berada di balik pegunungan Timor yang memiliki medan sangat berat dan rumpit untuk dilalui.

Kendaraan umum seringkali hanya sampai setengah perjalanan, selebihnya perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki atau menyewa ojek melalui jalan berkapur yang berdebu dan berbatu.

Jalan-jalan di sini pun berada di pinggir tebing yang cukup labil, sehingga kondisi untuk mencapai lokasi yang dituju, cukup membahayakan.

Masyarakat Boti sangat konsern dalam memelihara dan mempertahankan tradisi nenek moyang berupa nilai-nilai dan norma-norma adat suku bangsa Dawan atau Atoni Meto hingga saat ini.

Salah satu tradisi yang masih dipegang teguh adalah Sistem Penanggalan atau Kalender Harian masyarakat Boti, yang dalam sepekan terdiri dari 9 (sembilan) hari.

Dimana hari-hari tersebut mempunyai makna tersendiri. Inilah suatu pengetahuan tradisional yang juga merupakan kearifan lokal masyarakat suku Boti. Kesembilan hari tersebut adalah ssbegai berikut:

1. Neon Ai (Hari Api)

Hari yang dimaknai sebagai hari yang baik, terang dan cerah. Namun perlu berhati-hati dengan penggunaan api, sebab jika tidak dapat mendatangkan malapetaka berupa kebakaran.

2. Neon Oe (Hari Air)

Aktivitas lebih berorientasi pada air. Dalam artian harus menggunakan air secara bertanggung jawab dan pada hari ini peran dewa air (Uis Oe) sangat besar sehingga perlu juga diwaspadai.

3. Neon Besi (Hari Besi)

Hari yang dikeramatkan bagi barang-barang yang berbau besi. Jadi harus hati-hati dalam menggunakan b&ida-benda tajam seperti pisau, parang, tombak dan pedang.

4. Neon Uis Pah ma Uis Neno (Hari Dewa Bumi dan Dewa Langit)

Hari ini merupakan hari yang diperuntukan bagi semua makhluk hidup untuk memuliakan Pencipta dan Pemelihara hidup serta pemangku dan pemberi kesuburan. (Amoet Apakaet, Afafat ma Amnaifat; Manikin ma Oe,tene he Namlia ma Nasbeb).

5. Neon Suli (Hari Perselisihan)

Hari yang dimanfaatkan untuk menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi dalam komunitas. Berhati-hati pula dalam berinteraksi sosial dengan sesama karena peluang besar untuk terjadi perselisihan.

6. Neon Masikat (Hari Berebutan)

Hari ini merupakan kesempatan bagi warga untuk memanfaatkannya secara efisien dan efektif dalam berkomunikasi dan beraktivitas baik dengan sesama maupun lingkungan alam. Hari ini juga merupakan kesempatan untuk meraih sukses dalam hidup.

7. Neno Naek (Hari Besar)

Hari besar, yang penuh nuansa kasih persaudaraan, sehingga perlu dijauhi kecenderungan terjadinya sengketa baik dalam keluarga maupun dengan sesama tetangga atau dalam komunitas yang lebih luas lagi.

8. Neon Liana (Hari Anak-anak)

Hari yang disediakan bagi anak-anak untuk dapat mengekspresikan kebahagiaan lewat bermain dan aktivitas lainnya yang bernuansa gembira. Orang tua tidak boleh membatasi atau melarang anak-anak dalam beraktivitas.

9. Neon Tokos (Hari Istirahat)

Hari yang tenang dan teduh, sebab di balik keheningan orang Boti dapat mereflesikkan hidupnya, sejauhmana hubungan dengan sesama, alam dan teristimewa sang pencipta dan pemelihara hidup. Juga dijadikan moment untuk mensyukuri setiap berkat yang diperoleh selama sepekan. Seluruh hari-hari tersebut juga menyatu dengan kehidupan mereka.

Prinsip-prinsip hidup masyarakat Boti yang tidak serakah dan mandiri, serta tidak merusak alam membuat mereka apa adanya menghadapi hidup. Mereka merasa kaya, karena memandang bahwa apa yang dimiliki mereka telah cukup di dalam hidup, dengan alam yang mereka miliki dan di bumi yang mereka pijak.

Persepsi mereka kepada alam dengan sakral dan kehidupan mereka yang mandiri membuat kehidupan mereka tertib dan teratur, dan mereka merasa bahagia dengan apa yang ada.

Kebahagiaan mereka atas hidup dengan alam yang berada di sekitar mereka tidak menggunakan standar-standar yang diterima umum. Bahagia, derita dan sengsara mereka hanyalah karma-karma yang diterima atas hidup yang dijalankan mereka. (detikTravel)

Komentar Anda?

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *