Ketika Sara Mencumbui Ahok

  • Whatsapp
Irno Januario Cmf, Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang
banner 468x60
Irno Januario Cmf Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang
Irno Januario Cmf
Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang

Oleh : IRNO JANUARIO CMF

Mahasiswa SMS V Fakultas Filsafat UNWIRA KUPANG

Aku puajngga yang mampu merangkul segala realitas. Aku lelaki yang mencintai semua yang menyapa rasa. Aku mencintai mereka dengan kebenaran cinta. Dan tentang Sara, gadis bermolek rupa yang yang perna mengorek hatiku dengan pedang tak bermata, aku sangatmencintainya. Ya..aku mencintaiya karena aku mencintainya. Banyak orang mengatakan aku gila karena aku mencintai kebencian menurut mereka. Mereka tidak mengerti dengan sikapku yang selalu senyum dan tertawa dengan semua kesadisan yang menerpaku. Yang paling sadis menurut mereka adalah kisah cintaku bersama Sara gadis cantik yang malang itu.

Gerbang sua kami tidaklah terlalu romantis. Kami berjumpa saat aku sedang bergumul bersama tangisan orang-orang yang selalu menghiasi kelopak mataku. Ya… aku sering melihat tangisan-tangisan sehingga aku lupa menangis.

Saat kegemaranku menatap tangisan-tangisan menepi pada titik simpati, saat itulah kami berjumpa. Dia hadir dengan kepolosannya sebagai gadis cantik yang sering menangis. Ayahnya telah tiada. Meninggal katanya. Dan ibunya adalah seorang pelacur malang yang selalu bercinta dengan banyak pria. Sejak kepergian Ayahnya ia tinggal bersama dengan ibunya yang  mulai melacuri diri dengan lelaki-lelaki berduit.

Aku mulai mencintainya saat aku menyadari gejolak rasa ketidaktegahan hatiku melihat tangisan-tangisan itu. Mungkin ini yang dinamakan overdosis cinta.Tangisan bagiku adalah arena pertontonan yang penu reflektif , menggugah hatih, dan merangsang tanya. Aku mulai mencintainya saat tanyaku menepi pada rasa ingin tahu, bagaimana aku harus berhenti untuk hanya menatap tangisan tetapi juga untuk menangis bersama-sama. Aku berusaha untuk menangisi setiap tangisan-tangisan itu. Tapi usahku takpernah berhasil. Mungkin karena aku hanya berusaha menangis diatas tangisan mereka. Saat itulah cintaku bersemi.

Dari balik kerumunan orang-orang itu, Sarah menatapku sayu, Aku menemukan rasa yang tak terkatakan saat tatapanku menepi pada sepasang kelopak indah miliknya. Aura jiwa seolah bergetar megikuti alunan keindahan yang terpampang. Kelopak itu indah dan unik. Bagaimana tidak. Ia adalah gadis cantik yang tak pernah berhenti menangis. Tapi sepasang kelopak itu tidak menampilkan setetespun air mata. Kelopak itu berpijar segar penu tanya. Merangsang aku untuk pergi merasakan realitas yang menyapa.

“Hei..kau gadis yang menyeruak tanya..mengapa engkau menangis? Tanyaku saat aku mendekatinya.

“ Apa yang membuatmu kemari pria tampan” katanya singkat sambil tertunduk menangis.

“Entalah..” Aku menghelah nafas panjang. Sesungguhnya pertanyaan ini sulit untuk ku jawab. Aku tak mungkin mengatakan bahwa aku menghampirinya karena tertarik dengan kelopak indah yang menghiasi wajahnya. Aku tidak terlahir untuk menjahjahkan perasaan di hadapan kepolosan mahluk-mahluk cantik dunia ini. Tak mungkin aku menelanjangi diri di hadapan gadis ini. Gensi menurutku.

“Aku sering melewati tempat ini”. Aku kembali angkat bicara. “Ya..hampir tiap hari aku kesini. Jadi jangan kau lontarkan pertanyaan itu gadis cantik, seolah-olah saya selalu bertakhta pada sebuah tempat yang tetap.”

“Aku tak bermaksud seperti itu pria tampan”, ia menimpaliku sembari menatap tajam mataku.Bibirnya mengukirkan senyuman super indah. Hidungnya mancung menajam mencolek-colek hati. Bibirnya yang mungil terasa lembut dipandang mata. Sempurna gumamku dalam hati.

“Aku hanya ingin tahu”. Lanjutnya lagi. “Mengapa engkau menghampiri dan menyapaku pagi ini”

“Kau terlalu geer nona manis” kataku mencela. “Aku selalu kesini dan menyapa siapa saja yang ada di sini. Jadi bukan hanya kamu yang ku sapa. Sekali lagi, bukan hanya kamu.”

“Hahahaha kau lucu pria tampan. Lucu..sungguh lucu… aku gadis yang setiap hari melihatmu selalu melewati jalan ini. Kau selalu menatap orang menangis dengan raut wajah penu tanya. Seolah-olah tangisan mereka adalah ajang tintonan yang menarik. Dan katamu kau selalu menyapa siapa saja ditempat ini???. Itu bohong!!! Aku tak pernah melihatmu menyapa siapa-siapa.”

“Apa..? hahaha kau mengada.”Kataku seadanya.Wajahku memerah. Sialan. Ketahuan sudah kalau aku membohonginya. Bagaimana caranya aku mengelak?

“Dengarlah pria tampan.” Ia membuka keheningan sesaat. “Aku selalu melihatmu kemari. Aku hampir menghafal jelas jam berapa kau kemari dan jam berapa kau kembali dari tempat ini. Kau kemari hanya untuk memandang, mengangguk-angguk lalu pergi. Aku hampir hafal pakayan yang kau kenakan setiap harinya. Hari ini aku melihatmu berbeda. Kau kemari dengan raut wajah penuh tanya. Kepalamu tak lagi mengangguk atau menggeleng-geleng. Kau menatap semua orang, tapi Kau menatapku lebih lama dan membuang muka saatku balas menatap. Kau terus menatap, menatap dan menatap membawa aku pada pangkuan tangisan kegembiraan. Kau membuatku berarti dalam tangisanku hari ini. Apapun katamu. Aku tetap percaya bahwa ada sesuatu yang membuatmu menatapku lain dari yang lain.”

Ia tertunduk setelah mencurahkan isi hatinya.Aku sadar bahwa aku tak mungkin lagi mengelak. Gadis ini telah menelanjangiku di hadapannya. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku berubah menjadi orang paling bingung di dunia. Aku hampir lupa bagamana cara memarahi orang atau bagaimana cara mengumbar senyum. “Bolehkah aku mengajakmu menjauh dari keramaian ini” Kataku sambil merai kedua tangannya. Ia tersenyum menggoda sembari mengedipkan mata dan mengikuti langkaku.

Di bawah rimbunan pohon asam itu, kami menimang cinta yang belum terkatakan. “Siapa namamu gadis yang selalu menangis.” Tanyaku sambil menggenggam erat kedua tangannya.

“Namaku Sara” jawabnya dengan kepala tertunduk. “siapa namamu pria tampan..? Lanjutnya lagi.

“Namaku Ahok purnama. Aku ingin mendengar kisahmu Sara yang manis.”

“Aku gadisyatim. Ayahku telah meninggal saat aku berumur 16 tahun. Sejak ayahku meninggalkan kami, ibuku beruba menjadi pelacur terkenal di pelosok negeri ini. Aku diasuh dalam suasana keegoisan ibuku. Dia tak memikirkan diriku yang selalu diolok-olok sahabatku, dengan mengatakan bahwa aku anak haram. Dia selalu menjahjahkan tubunya untuk kehidupan kami. Aku tak menginginkan itu kak Ahok..aku tak perna menginginkan itu. Aku tak bisa keluar dari situasi ini. Sebab dialah ibuku. Dia seolah-olah menggenggam aku dalam keegoisanya. Aku gadis yang selalu menangis katamu. Benar. Ku akui itu. Aku tak akan perna  berhenti menangis sampai ibuku tak lagi menggemggamku dengan keegoisanya.”

Ia menangis tersedu-sedu lalu menyandarkan kepalanya pada bahuku. Aku beranikan diri untuk memeluknya. Kecupan mesrah kudaratkan pada keningnya. Ia menoleh padaku dan tersenyum malu.

“Sara..” bisiku lembut.

“Ia kak Ahok” jawabnya sambil menatap tajam mataku.

“Apakah kau tak ingin mendengar kisahku?” tanyaku lagi.

“Aku telah mengenal tentang dirimu dari mulut-mulut penjual di pasar. Katanya mereka embencimu karena banyak orang membencimu. Mengapa begitu?” katanya dengan kepalah yang masi tersandar pada bahuku.

“Namaku AHOK. Aku Hanya Orang Kristen. Itulah arti yang diberitahukan ibuku ketika aku menanyakan arti dari nama ini. Aku adalah lelaki yang mencintai kebenaran. Aku tak akan hidup jika tidak dalam kebenaran. Semua orang kristen menghidupi itu. Orang kristen menjunjung tinggi kebenaran karena Tuhan dan Guru mereka mengajarkan itu. Puluhan tahun yang lalu rumahku di rampok oleh sekelompok orang. Hartaku ludes dan aku sekarat di rumah saki. Tapi saat polisi menemukan penjahat-penjahat itu aku mengampuni mereka dan meminta polisi untuk tidak melanjutkan kasus itu. Banyak orang yang jengkel karena ulahku itu. Kata mereka aku mebiarkan kejahatan merajalela. Masi banyak hal lain yang membuat orang membenciku. Dan terkadang mereka membenciku karena orang lain membenciku. Aku tak perna pedulih itu. Aku hanya bertindak karena kebenaran mencinta.”

Aku menghentikan kisahku saat ia mengecup pipiku. “kau pria sejati kak Ahok. Aku mencintaimu”. Katanya sembari menatap wajahku. Wajahnya mulai mendekat ke wajahku. Tangannya yang halus membelai lembut wajahku. “kak apkah kak Ahok siap di benci karena aku..?. Dia mengajukan pertanyaan itu sembari membelai mesrah wajahku. aku terdiam membisu. Mengangguk-angguk terbawa hasrat tak bernama. Wajahnya semakin mendekat lalu kemudian mencumbuiku dengan mesrah.

Komentar Anda?

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *