Borong, penanusantara.com – Usai acara Lonto Leok atau Musyawarah Adat 3 Pilar, yang membahas Keadaan Kerusakan Hutan Lok Pahar di Watunggong, Desa Satar Nawang, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur, masih ada multitafsir di kalangan masyarkat setempat.
Acara ini dilaksanakan pada Hari Selasa, 22 Februari 2022 lalu, dengan dihadiri oleh Perwakilan Lembaga Pemerintah, Agama dan Adat.
Dalam acara tersebut, Direktoral Jenderal (Ditjen) KSDAE Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Wiratno mendorog jajaranya untuk segera melakukan identifikasi Kawasan Hutan Lok Pahar.
“Harus diientifikasi, apa benar seperti itu, saya minta tolong dicatat ini!,” ujarnya.
Hal ini disampaikan sebagai respon pengakuan warga yang mengungkapkan bahwa Kawasan hutan Lok Pahar merupakan hutan warisan nenek moyang mereka.
“Kami dikatakan sebagai perambah hutan, sepertinya agak berlebihan. kami bekerja karena ini hutan adat warisan nenek moyang kami”, demikian disampaikan salah satu peserta yang turut mengambil bagian dalam Musyawara Adat 3 Pilar.
Ditjen Wiratno pada awal sambutannya sempat menawarkan Kemitraan Konservasi dengan pihak pemanfaat, namun ditolak sebagian peserta karena merasa tidak adil.
Menanggapi multitafsir di kalangan masyarakat, Camat Congkar Ismail Jehada memastikan akan mengeluarkan Surat Kepada seluruh Lembaga dan instansi masyarakt di kecamatan Congkar sebagai poin penegasan.
“Kita meredam pemahaman masyarakat congkar yang belum detail memahami penyampian Ditjen, bahwa akan ada pembagian secara bebas, dan pemerintah tetap menyampaikan suatu hal menjawab apa yang disampaikan Ditjen,” demikian yang disampaikan Ismail di kantornya pada Rabu 26 Februari 2022.
Sementara itu isi surat dengan No. PEM.041/047/II/2022 tersebut memuat beberapa kesimpulan tegas.
1. Hentikan perluasan perambahan hutan Lok Pahar dan sekitarnya, sebelum mengikuti prosedural dan regulasi tentang mitra konservasi.
2. Kawasan dapat dikatakan hutan adat apabila memenuhi prosedural dan telah mendapat dokumen yang legal.
3. Tidak dibenarkan mendirikan bangunan apapun didalam kawasan hutan konservasi
4. PEMDA segera lakukan penegakkan hukum bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran, terutama yang mendirikan bangunan
5. Kegiatan lonto leok harus dilakukan secara terus menerus sampai permasalahan ini selesai.
Sebagai penutup Camat Ismail meneruskan bahwa aktivitas sekarang masih tetap dikategorikan kedalam pelanggaran.
Untuk diketahui Lok Pahar merupakan hutan yang menjadi sumber mata air bagi beberapa Desa Sekitar. (*pn)