Atambua, penanusantara.com – Fraksi Partai Gerindra DPRD Kabupaten Belu ikut mendukung rencana pinjaman daerah yang akan dilakukan pemerintah daerah kabupaten belu.
Namun dukungan itu bertolak belakang dengan regulasi yakni; UU Nomor 21 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pusat dan daerah. PP Nomor 56 tahun 2018 tentang pinjaman daerah dan PP Nomor 12 tahun 209 tentang pengelolaan keuangan daerah.
Selain tiga payung hukum tersebut, ada Permendagri Nomor 27 tahun 2021 tentang pedoman penyesuaian APBD provinsi dan kabupaten.
Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Belu Januaria Walde Berek ketika ditanya soal rujukan hukum sehingga fraksi gerindra menyatakan dukungan atas rencana pinjaman daerah oleh pemda belu, Ia mengaku belum bisa memberikan jawabaan, pihaknya masih menunggu surat resmi Pemprov NTT.
“Kami Fraksi Gerindra belum berpendapat mendahului surat resmi dari Pemprov Badan Keuangan dan Hukum Provinsi, setelah dapat surat tentu kami akan menyampaikan dalam forum paripurna untuk di tanggapi oleh Pemda sebagai teknis pengusulan Pinjaman Daerah dengan dasar hukum yang di pedomani,” kata Walde, Kamis (15/9/2022) siang melalui pesan whatsapp.
Selain itu ditambahkan Walde, Termaksud tahun Berkenan dan tahun Berjalan.
“Lagian kami lembaga berinisiatif konsultasi dalam masa sidang dan tidak mengikut sertakan pemerintah daerah dalam kegiatan konsultasi.
Sementara itu sebelumnya, Januaria mengungkapkan bahaa jika pinjaman tersebut setelah dikaji punya dampak positif terhadap masyarakat, maka tidak salah Fraksi Gerindra memberikan dukungan dalam pembahasan di DPRD Belu.
Diberitakan sebelumnya, Tim Badan Anggaran DPRD Belu, Rabu (14/9/2022) kemarin melakukan pertemuan konsultasi bersama Kepala Badan Keuangan provinsi NTT Zakarias Moruk.
Zakarias Moruk membeberkan alasan pihaknya menolak rencana pinjaman daerah yang diajukan Pemerintah Kabupaten Belu.
Dilansir kanal YoubTube Offcial NTT Bisa Maju, Zakarias menyampaikan bahwa sebagai Kaban Keuangan dirinya telah menjelaskan secara detail tentang dasar hukum, mekanisme dan tahapan-tahapan untuk mengajukan pinjaman daerah.
Untuk melakukan pinjaman daerah, jelas Zakarias, ada beberapa regulasi yakni; UU Nomor 21 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pusat dan daerah. PP Nomor 56 tahun 2018 tentang pinjaman daerah dan PP Nomor 12 tahun 209 tentang pengelolaan keuangan daerah.
Selain tiga payung hukum tersebut, ada Permendagri Nomor 27 tahun 2021 tentang pedoman penyesuaian APBD provinsi dan kabupaten.
Disampaikan bahwa Pemkab Belu mengajukan pinjaman daerah pada perubahan APBD.
Sehingga, lanjut Zakarias, dalam perubahan APBD ada tiga hal yang harus dipenuhi yaitu laporan realisasi semester I, yang kedua, adanya asumsi Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS) dan yang ketiga adalah penjabaran silpa serta pinjaman dilakukan apabila keadaan mendesak dan darurat.
“Soal rencana pinjaman daerah kabupaten Belu, dasarnya ada pada Permendagri Nomor 27 tahun 2021 dimana pada halaman 236 disampaikan bahwa bagi pemerintah daerah yang berencana melakukan pinjaman daerah harus dianggarkan terlebih dahulu dalam Ranperda APBD tahun berkenan sesuai ketentuan perundang-undangan,” beber Zakarias.
Tahun berkenan yang dimaksud adalah tahun berjalan dari bulan Januri sampai dengan Desember.
Selain itu dijabarkan juga dalam PP Nomor 56 tahun 2018 juga dijelaskan bahwa pinjaman daerah pengembaliannya tidak boleh lebih dari masa jabatan kepala daerah.
“Kita ketahui bersama bahwa kepala daerah kabupaten Belu masa jabatannya akan berakhir pada 2024 bulan April, karena itu, sesuai dengan PP Nomor 56 tahun 2018, ruang ini tidak memungkinkan untuk melakukan pinjaman daerah. dengan demikian, sesuai regulasi maka kita rekomendasikan untuk Pemkab Belu bahwa pinjaman daerah tidak bisa dilakukan karena berbenturan dengan dasar hukum seperti yang kami sampaikan,” jelas Kaban Keuangan seperti dikutip melalui Yoi Tube NTT Bisa Maju, Rabu (14/9/2022).
Selain itu, untuk KUAPPAS dan juga pinjaman daerah ini harus ditandatangani oleh pimpinan DPR.
“Informasi yang kami terima bahwa ketua DPR Belu dengan fraksinya tidak bisa menghadiri rapat pembahasan KUAPPAS tahun 2023,” katanya.
Yang berikut, lanjut Zakarias menjelaskan, untuk kabupaten Belu, sampai dengan Agustus 2021 laporan realisasi anggaran belanja modalnya masih berada pada angka 14 persen dari 128 miliar yang direncanakan untuk belanja modal.
Kalau kenyataan ini dibebankan lagi dengan pekerjaan-pekerjaan tambahan maka akan beresiko terkait dengan pekerjaan 2022 yang tidak selesai.
Karena itu, pihaknya akan menyurati DPRD Belu, terkait dengan penjelasan pertimnangan bahwa untuk pembahasan perubahan APBD 2022 sebaiknya tidak menganggarkan pinjaman daerah karena waktu dan ruang yang ada tidak lagi cukup untuk dilaksanakan pinjaman daerah.
Disampaikan Kaban Keuangan bahwa di tahun 2022, ada empat kabupaten di NTT yang melakukan pinjaman daerah tetapi dilakukan di APBD murni 2022 dimana keempat kabupaten tersebut telah selesai membahas pinjaman daerah pada Oktober 2021.
Selian itu, empat kabupaten yang melakukan pinjaman daerah juga telah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan RI tentang pelampauan batas defisit karena Kementerian Keuangan akan mengukur batas defisit dimana nilai defisit tidak boleh lebih dari 3 persen karena ketika dilakukan pinjaman nilai defisit akan lebih dari 3 persen sehingga harus mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan. (pn)