Rencana Pinjaman Daerah Akan Dihapus Pemkab Belu, Sebelumnya Sudah Ada Warning dari Sejumlah Pihak

  • Whatsapp
Sejumlah pihak yang ikut mengemukakan soal Pinjaman Daerah Pemkab Belu
banner 468x60

Atambua, penanusantara.com – Pinjaman Daerah yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu sebesar Rp. 150 miliar direncakana akan dicabut dari Rancanagan Peraturan Daerah (Ranperda).

Hal itu, dikemukakan Kepala Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT, Zakarias Moruk, Rabu (19/10/2022), pasalnya Bupati Belu, Taolin Agustinus bersama Sekda, Johanes Andes Prihatin dikabarkan bertemu dengan Gubernur NTT, Viktor B. Laiskodat, Rabu (19/10/2022).

Read More

banner 300250

Dalam pertemuan itu dikatakan Zaka Moruk, Bupati dan Sekda Belu memohon Pemerintah Provinsi NTT meninjau kembali Surat Plt. Sekda NTT sebelumnya, yang meminta Penetapan APBD Perubahan 2022 dengan menggunakan Peraturan Bupati, sebagai akibat tidak memenuhi syarat formil, karena kesepakatan raperda hanya diteken satu pimpinan DPRD Belu.

Bupati dan Sekda berharap perubahan APBD 2022 ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) dengan catatan Pinjaman Daerah dihapus atau dicabut saat evaluasi di Provinsi.

Namun menurutnya, pencabutan pinjaman daerah dari Ranperda, diserahkan kembali ke Bupati dan DPRD Belu. pasalnya, telah ada kesepakatan pemerintah dan DPRD Belu tentang Raperda Perubahan 2022 yang didalamnya ada pinjaman daerah. Namun dalam kesepakatan itu, dua pimpinan DPRD Belu yakni Ketua dan Wakil Ketua II menolak untuk menandatanganinya.

“Jadi untuk menggunakan Perda Perubahan APBD 2022, diserahkan kembali kepada Pemda dan DPRD Belu,” ungkapnya.

Ditambahkan, dalam pertemuan itu Bupati dan Sekda meminta menggunakan Perda Perubahan APBD 2022 karena ada pembiayaan baru dalam perubahan. Jika menggunakan Perbup, maka sejumlah pembiayaan baru tidak bisa diakomodir, termasuk pergeseran anggaran yang telah dilakukan sebelumnya.

Jadi intinya, Pemda Belu minta untuk menggunakan Perda Perubahan APBD 2022, dengan catatan pinjaman daerah dihapus dari Ranperda.

Sebelumnya, kisruh pinjaman daerah sudah menjadi catatan beberapa pihak, diantaranya seperti disampaikan dua pimpinan DPRD Belu yakni Ketua DPRD Belu Jeremias Manek Seran dan Wakil Ketua II Cyprianus Temu yang berujung dengan enggan menandatangani Berita Acara Dokumen persetujuan bersama terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) pada sidang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022.

Dikemukakan, Wakil Ketua II Cyprianus Temu bahwa pihaknya sudah melakukan Konsultasi ke Badan Keuangan Pemprov dan Biro Hukum Setda NTT beberapa waktu yang lalu.

Konsultasi itu itu berupa rencana pinjaman daerah yang diajukan Pemda ke DPRD Belu. pada hasil konsultasi itu, Wakil Ketua II DPRD Belu, Cyprianus Temu dalam keterangannya mengatakan pihaknya telah berkonsultasi dengan Pemprov NTT yakni Badan Keuangan Pemprov dan Biro Hukum Setda NTT.

Menurut Cypri saat itu, didapatkan penjelasan yang intinya pinjaman daerah tidak bisa dilakukan pada perubahan APBD. Pinjaman hanya boleh dilakukan pada tahun anggaran murni.

Bahkan Pemprov NTT melalui Sekda Provinsi NTT, Domu Warandoy (Almahrum) saat itu menyurati DPRD Belu, terkait hasil konsultasi Pimpinan dan Komisi-komisi DPRD Belu, Rabu (14/9/2022).

Sekda NTT dalam surat bernomor 900/1926/BKUD5.3/2022, tertanggal 15 September 2022 menyebutkan beberapa poin penting. pada poin terakhir, Pemprov tidak menyarankan untuk melakukan pinjaman daerah yang diajukan Pemda Belu senilai Rp 150 miliar.

Penjelasan Pemprov NTT tidak menghentikan niat Pemda Belu untuk tetap di bahas dalam sidang Banggar dan Paripurna DPRD.

Kemudian penandataganan KUA PPAS Perubahan APBD 2022 itu berlangsung dalam sidang paripurna III dengan agenda penandatanganan nota kesepakatan KUA PPAS Perubahan, Senin malam (19/09/2022) lalu.

KUA PPAS Perubahan APBD 2022 itu diteken setelah mayoritas DPRD menyetujui pinjaman daerah sebesar Rp. 150 miliar yang termuat atau diajukan Pemerintah Daerah (Pemda) Belu dalam KUA PPAS tersebut.

Menjawab KUA PPAS Perubahan APBD 2022, Pemerintah Provinsi NTT mengembalikan Dokumen Rancanagan Perubahan APBD 2022 Pemda Belu.

Hal itu berdasarkan Surat Pemprov NTT nomor : 913/2075/BKUD5.2/2022 perihal Pengembalian Dokumen Rancangan Perubahan APBD tahun Anggaran 2022 untuk dilengkapi yang ditandatangani oleh Plt. Sekretaris Daerah Johane E. I Lisapaly, tertanggal 6 Oktober 2022.

Dalam point surat tersebut, pada umumnya pihak Pemprov NTT telah mencermati nota kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Belu dan DPRD
Kabupaten Belu tentang Perubahan Kebijakan umum APBD, Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara serta Berita Acara Persetujuan
Kepala Daerah dan DPRD terhadap Perubahan APBD Kabupaten Belu Tahun Anggaran 2022, diketahui bahwa dokumen-dokumen tersebut ditandatangani
hanya oleh 1 (satu) orang Wakil Ketua DPRD sedangkan ketua DPRD dan I (satu) orang Wakil Ketua.

Atas kondisi itu, Pemda Belu melakukan sejumlah pendekatan kepada dua pimpinan DPRD Belu yang tidak menandatangani dokumen tersebut, untuk menandatanganinya.

Sesuai informasi yang dihimpun, Bupati Belu, Taolin Agustinus dan Sekda, Johanes Andes Prihatin mengutus Sekwan, Servas Boko untuk melobi dua pimpinan tersebut. Namun hingga kini lobi tersebut belum membuahkan hasil.

Wakil Ketua II DPRD Belu, Cyprianus Temu yang dikonfirmasi media ini, Kamis (13/10/2022) lalu membenarkan adanya pendekatan Pemda Belu agar pihaknya menandatangani dokumen RAPBD Perubahan 2022.

“Kami didatangi dan dilobi untuk tandatangan dokumen RAPBD Perubahan,” paparnya seperti dilansir kilastimor.com.

Akan tetapi, dirinya bersama Ketua DPRD Belu tetap pada keyakinan dan pendirian untuk tidak menandatangani dokumen tersebut.

Bahkan, Pemerintah Provinsi NTT akhirnya meminta Pemda Belu untuk menetapkan Perubahan APBD Tahun 2022 melalui mekanisme perubahan penjabaran APBD 2022 dengan Peraturan Bupati.

Hal ini sesuai surat Pemerintah Provinsi NTT, Nomor: 913/BKUD.5.2/2022 perihal penetapan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 Belu dengan peraturan bupati, yang diteken Plt. Sekda NTT, Johanna E. Lisapaly tertanggal 13 Oktober 2022.

Sementara Fraksi Demokrat secara jelas, menolak rencana pinjaman daerah yang masih termuat pinjaman daerah sebesar Rp.150 Miliar
dalam Ranperda tentang Perubahan APBD Kabupaten Belu tahun 2022 untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah tahun 2022 itu.

Sebelumnya, Frans Xaver Saka sebagai Ketua Fraksi, Kristoforus Rin Duka sebagai Sekretaris dan Jeremias Manek Seran Junior sebagai anggota Fraksi sekaligus Ketua DPRD Kabupaten Belu ramai-ramai meninggalkan ruang Banggar yang dihadiri Sekda Kabupaten Belu, Johanes Andes Prihatin.

Ketua Fraksi Demokrat, Frans Xaver Saka, sekeluarnya dari ruang sidang, mengatakan Fraksi menolak dengan beerapa alasan. Pertama, tidak ada urgensinya.

Ditambahkan Farans Xaver Saka, Pinjaman daerah yang rencananya dilakukan di sisa masa jabatan Bupati Belu Taolin Agustinus dan Wakil Bupati Aloysius Hale Serens yang tinggal satu stengah tahun dianggap tidak efektif dan akan membebankan dan melukai masyarakat kabupaten Belu.

Hal ini karena pinjaman yang direncanakan sangat besar dimana nilainya mencapai Rp150 miliar dan pengembaliannya baru akan dimulai pada tahun 2023 mendatang dimana terhitung masa jabatan Bupati dan Wabup Belu sisa satu stengah tahun

Terkait regulasi, Jeremias Manek Seran Junior, menyampaikan Fraksi Demokrat konsistensi terhadap regulasi PP 56 Tahun 2018 Pasal 13 ayat (1) yang mengatur soal pengembalian pinjaman daerah harus sebelum masa akhir jabatan dari kepala daerah di daerah bersangkutan”. Lebih lanjut mengatakan, “Undang-undang No. 10 Tahun 2016 Pasal 201 ayat 7 mengatur kepalda daerah hasil Pilkada 2020 berakhir masa jabatannya di tahun 2024.

“Itu yang menjadi point penting, sehingga kenapa Demokrat mengambil sikap untuk menolak atau tidak menyetujui masuk dalam pembahasan pinjaman daerah, sehingga langkah yang diambil yaitu walk out dari pembahasan,” ucapnya saat itu.

Senada, Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Belu Kristoforus Rin Duka, menyampaikan alasan lain yang menarik, soal pertimbangan aspek keuntungan ekonomis bagi daerah, bahwa mengacu pada ketentuan PP 56 Tahun 2018 pasal 29 ayat 3, daerah harus memilih sumber pendanaan yang menguntungkan daerah. artinya, daerah harus mengajukan pinjaman daerah ke banyak pihak (sumber pendanaan), sehingga bisa dipilah, lembaga pemberi pinjaman mana lebih menguntungkan. pertanyaannya, kenapa hanya kepada Bank NTT saja? Tidak ke lembaga keuangan Bank lain juga?,” kata Isto dengan nada bertanya.

Isto juga menyoroti rincian peruntukan dari rencana pinjaman daerah ini, Sesuai Pasal 44 ayat 1, seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pinjaman daerah dianggarkan dalam APBD. oleh karena itu, rincian penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pinjaman daerah wajib dituangkan dalam lampiran APBD, sebagai anggota fraksi Demokrat, menyikapi hal ini bahwa seharusnya angka Rp.150 miliar, yang masuk dalam kajian pinjaman daerah ini, dikeluarkan dulu dari KUA PPAS Perubahan, sehingga tidak mempengaruhi postur APBD.

Diberitakan media ini sebelumnya, Mantan Direktur Utama Bank NTT Daniel Tegu Dedo ikut menyuarakan soal Rencana Pinjaman Daerah Pemerintah Kabupaten Belu sebesar Rp.150 miliar.

Ketika diminta tanggapannya, Sabtu (1/10/2022) lalu Daniel Tegu Dedo menyebut usulan pinjaman daerah belum tentu disetujui oleh Bank NTT. pasalnya Ia berpendapat benar dengan surat Sekretaris Daerah Pemprov NTT.

Pria yang berlatar belakang ekonom dan bankir ini pun menambahkan, dengan demikian permohonan pinjaman tersebut juga oleh Bank NTT sulit untuk disetujui. karena dalam kebijakan Bank NTT tentang pinjaman daerah yang ia ingat, adalah berpedoman pada UU tentang pinjaman daerah dan peraturan pemerintah yang mengatur pelaksanaannya. selain dari pada sisa masa jabatan dan prosedur persetujuan DPRD, juga memerlukan persetujuan mendagri, dan Menkeu.

Selain itu ada formula perhitungan tentang besarnya pinjaman yang bisa diajukan oleh pemda. dalam SOP pinjaman daerah yang pernah ditetapkan oleh Direksi Bank NTT (semasa saya Dirut 2009-2016) ketentuan-ketentuannya jelas.

Saat itu Ditanya soal Pemda Belu yang telah menyerahkan dokumen Pinjaman Daerah ke Bank NTT, ditanggapi Daniel Tegu Dedo bahwa meskipun telah diserahkan namun belum tentu disetujui.

Hal lain disampaikan Pengamat Kebijakan dan Politik Universitas Nusa Cendana Yohanes Jimmy Nami menilai para anggota Fraksi Demokrat DPRD Belu yang melakukan Aksi walk out merupakan sikap politik.

Hal ini disampaikan Jimmy Nami menanggapi aksi meninggalkan ruangan atau walk out para anggota fraksi Demokrat DPRD belu saat menolak pembahasan rencana pinjaman daerah oleh pemerintah kabupaten belu, yang merupakan agenda sidang saat itu.

Aksi walk out itu dilandasi oleh sikap Fraksi Demokrat sebelumnya yang menentang pembahasan rencana pinjaman daerah oleh Pemerintah Kabupaten Belu.

Menurut Jimmy, Apa yang dilakukan partai Demokrat merupakan sikap politik, konsiderannya jelas bahwa secara substansial pinjaman daerah yang akan diajukan pemda kepada bank NTT, dari perspektif politik partai Demokrat tidak memiliki urgensi. disisi lain, jika dipaksakan, kabupaten belu akan menanggung beban utang dan bunga yg cukup besar dari pokok pinjam Rp.150 miliar jika disetujui.

Disamping itu, disampaikan Jimmy juga dianggap akan menabrak regulasi terkait frame time pinjam dengan periodesasi masa kepemimpinan Bupati.

Dikatakan Jimmy, Sikap politik Demokrat ini perlu menjadi pertimbangan kolektif dari fraksi yang ada di DPRD belu.

“Jangan sampai atas nama pembangunan malah akan menjadi beban bagi masyarakat belu dikemudian hari, karena beban utang yang cukup besar,” ucap Jimmy, Jumat (9/9/2022) melalui pesan whatsapp.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr. John Tuba Helan menyebut sikap kedua pimpinan DPRD Belu sudah tepat demi kepentingan rakyat.

Hal itu disampaikan Jhon Tuban Helan mengingat dampak hukum yang sangat besar jika kedua pimpinan DPRD yakni, Ketua DPRD Belu Jeremias Manek Seran Junior dan Wakil Ketua II DPRD Belu Cyprianus Temu ikut menyutujui Pinjaman Daerah yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah Belu sebesar Rp.150 miliar itu.

Disampaikan Jhon Tuban Helan, Pinjaman daerah perlu mempertimbangkan kemampuan daerah untuk membayar yang bersumber dari pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, jika tidak ada kebutuhan yang mendesak, maka tidak perlu dilakukan pinjaman karena akan membebankan keuangan daerah.

Ditambahkan Jhon Tuban Helan, Jika tidak ada sumber PAD yang perlu dikembangkan demi meningkatkan penerimaan, maka sebaiknya tidak perlu pinjam.

“Dengan demikian sikap kedua pimpinan DPRD sudah tepat demi kepentingan rakyat,” sebutnya melalui sambungan whatsapp, Minggu (16/10/2022) kemarin.

Menurut Jhon Tuban Helan, Jika pinjaman tidak sesuai aturan maka pasti tidak bisa dilakukan.

“Anggaran perubahan hanya untuk hal yang mendesak sedangkan pinjaman untuk kebutuhan normal maka tidak bisa dimuat dalam APBD perubahan. selain itu, dikaitkan dengan ada jabatan kepala daerah tersisa jika kurang dari masa pinjaman juga tidak dibenarkan,” jawabnya.

“Bisa juga karena mereka tahu bahwa secara hukum tidak boleh dilakukan pinjaman, maka mereka tidak ingin tanda tangan, itu tepat,” sambung Jhon.

Ditanya soal Badan Anggaran DPRD Belu yang ikut menyutujui pinjaman daerah, sementara Pemprov sudah menyarankan agar tidak dilakukan pinjaman daerah itu, ditanggapi Jhon Tuban Helan bahwa
Soal banggar tetap menyetujui pinjaman, padahal pemprov sudah menyarankan tidak bisa.

“Semua kembali pada aturan hukum, jadi persetujuan berlawanan dengan aturan,” paparnya.

Peringatan-peringatan yang disampaikan beberapa pihak ini akhirnya terjawab, Pinjaman Daerah yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu sebesar Rp. 150 miliar direncakana akan dicabut dari Rancanagan Peraturan Daerah (Ranperda). (pn)

Komentar Anda?

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *