Kota Kupang, penanusantara.com – Sare Dame jadi polemik untuk masyarakat Lembata. Berbagai tanggapan dari orang Lembata baik di Lembata maupun di perantauan menunjukkan bahwa ada persoalan yang terjadi dengan kegiatan sare dame. Sekurang-kurangnya ada tiga persoalan Pertama, perihal sare dame. Kedua, perihal penyelenggaraannya. Ketiga, skema anggaran kegiatan tersebut. Tiga persoalan itu saling terkait satu sama lain.
Persoalan pertama terkait dengan kedudukan sare dame dalam kebudayaan dan keyakinan setiap suku di Lembata. Beberapa pihak mempersoalkan hal ini, terutama dari pelaku budaya dalam suku-suku di desa-desa tertentu. Pihak-pihak yang mempersoalkan hal tersebut menunjukkan bahwa ide dasar kegiatan itu tidak melalui sebuah kajian awal yang cukup baik.
Kajian awal sesungguhnya merupakan tanggung jawab konsultan. Kabar beredar di berbagai media lokal, konsultan kegiatan ini adalak beberapa akademisi. Tampaknya para konsultan tidak mempunyai kajian awal yang cukup kuat, dengan metodologi ilmiah dan argumentasi yang solid mengenai kedudukan sare dame dalam kebudayaan dan keyakinan setiap suku. Ketiadaan kajian awal dengan metodologi ilmiah dan argumentasi tampak dalam penolakan oleh beberapa pelaku budaya di beberapa desa. Selain itu, ketiadaan kajian awal juga menyebabkan sare dame mudah dipatahkan di DPRD manakala membahas anggaran. Konsultan tidak punya argumentasi yang kokoh untuk mempertahankan sare dame sehingga berubah menjadi Eksplorasi Budaya. Ini kelemahan mendasar dari kegiatan itu karena melibatkan akademisi sebagai konsultan. Alih-alih menggunakan pendekatan ilmiah dalam membantu Pemkab Lembata dalam konteks event ini, tampaknya konsultan hanya menggunakan asumsi.
Persoalan kedua terkait penyelenggaraan. Apakah penyelenggaraan kegiatan sudah melalui sebuah diskusi dan pembahasan publik secara mendalam? Pembahasan mulai dari perencanaan, alasan dasar penyelenggaraan, penganggaran, kepanitiaan, pihak-pihak mana saja yang kompeten sebagai panitia penyelenggara. Ini menjadi tanggungjawab Pemkab Lembata. Beberapa pihak menilai bahwa kegiatan ini tidak berbeda dengan kegiatan Festival Tiga Gunung yang dilakukan oleh Bupati Yance Sunur sebelumnya. Bahkan menilai kegiatan ini sebagai modus operandi politik Bupati. Penilaian seperti itu bisa dijawab bila kegiatan ini didasarkan pada kajian ilmiah yang solid oleh konsultan. Dengan kajian ilmiah sebagai dasar rasional kegiatan ini, Pemkab Lembata yang dipimpin Pak Thomas Ola Langodai, mampu memastikan bahwa kegiatan ini lain sama sekali dengan Festival Tiga Gunung.
Pemkab dapat menunjukkan argumentasi pembedanya. Sayangnya, Bupati tidak memberikan argumentasi pembeda kegiatan sekarang dengan Festival Tiga Gunung. Bupati tidak memberikan argumentasi karena konsultan tidak membantu Bupati dengan dukungan data kebudayaan dan pemetaan situasi sosial terkait dengan sare dame, serta argumentasinya. Ya, karena konsultan tidak punya kajian ilmiah sebagai landasan rasional dari kegiatan. Konsultan pun tidak menanggapi kritik dan penilaian karena konsultan menggunakan asumsi dalam memberikan konsultasi pada Pemkab Lembata.
Persoalan ketiga terkait penganggaran. Dari mana sumber anggaran kegiatan ini? Bagaimana mekanisme pengelolaannya Alokasinya untuk apa saja? Pihak mana saja yang berwenang mengelola anggaran? Kemana aliran anggaran ini bermuara? Pertanyaan-pertanyaan ini mesti transparan sejak awal. Kecurigaan masyarakat terhadap besar anggaran kegiatan ini wajar karena transparasi itu tidak muncul pada awal kegiatan ini.
Oleh karena itu, betapa pentingnya persoalan kedua tersebut, yakni apakah kegiatan ini sudah melawati tahap pembahasan publik atau tidak? Pembahasan publik oleh masyarakat sangat penting supaya kecurigaan terhadap penyimpangan alokasi anggaran dapat diantisipasi. Ini terkait dengan manajemen anggaran publik. Konsultan harusnya sejak awal sudah membantu Pemkab Lembata dalam soal penggaran ini. Sekurang-kurangnya konsultan membantu dengan cara memberikan skema pembahasan secara terbuka rencana kegiatan ini sebelum penganggarannya dibahas di DPRD.
Penulis : Alexander Aur Apelaby