Kota Kupang, penanusantara.com- Peristiwa penangkapan Gregorius Dengekae Krova (61) yang dilakukan Polres Lembata Selasa (22/11/16) silam di Hotel Palm Lewoleba, Lembata merupakan tindakan yang menyalahi aturan.
Penangkapan itu dinilai tidak benar, lantaran oknum nelayan yang ditangkap bukan pengusaha yang bergerak dalam bidang distribusi atau pengedaran organ hewan langkah, melainkan nelayan Lamalera yang setiap hari bekerja untuk menafkahi hidupnya dari laut.
Penegasan ini disampaikan oleh Anggota DPRD Provinsi NTT, Gabriel Suku Kotan yang dihubungi via seluler. Ia menjelaskan, selama ini, masyarakat Lamalera menangkap Ikan Paus maupun Ikan Pari bukan atas desakan bisnis. Melainkan karena budaya yang dianut oleh masyarakat setempat. Adat dan tradisi inilah yang kemudian juga sudah dijamin dan dilindungi oleh NKRI.
Dalam menjalankan profesi sebagai seorang nelayan, lanjut dia, masyarakat Lamalera bukan saja menggantungkan hidup pada hasil tangkapan, namun mungkin alasan ekonomi yang membuat masyarakat nelayan akhirnya menjual Insang Ikan Pari tersebut.
“Ketika ditanya apakah anda memiliki Insang Ikan Pari, tentu saja Pak Goris sebagai nelayan dan pemilik perahu tentu menjawab iya. Dan ketika ada orang yang ingin membeli, maka beliau pasti memberikan itu,” jelas dia.
Gabriel Suku Kotan yang juga adalah seorang praktisi hukum dan Anggota DPRD Dapil Lembata, Alor dan Flotim ini menambahkan, dalam adat dan tradisi masyarakat Lamalera, semua tuan perahu/peledang pasti memiliki semua jenis organ ikan entah itu hewan langkah atau tidak.
Karena secara adat, sebagai tuan peledang pasti mendapat bagian termasuk insang dalam tata cara pembagian pasca tangkapan.
“Disini, saya mau tegaskan bahwa masyarakat nelayan atau pemilik peledang bukan sindikat penjual organ hewan. Kalau dikatakan sindikat, saya pikir agak berlebihan karena nelayan Lamalera bukan pelaku bisnis, namun mereka adalah murni berprofesi sebagai nelayan,” tegas Kotan.
Dijelaskannya, penjualan organ Ikan Pari ini bukan hanya dilakukan oleh masyarakat Lamalera, namun sudah dilakukan oleh masyarakat nelayan lainnya di NTT termasuk nelayan Lamakera di Pulau Solor, dan aktivitas ini sudah dilakukan sudah sejak lama bahkan nelayan asal Lamakera datang dan membeli Insang Ikan Pari di Lamalera.
Ia menambahkan, pihak Kepolisian ataupun LSM WCU perlu melihat secara jeli perilaku penangkapan ikan secara tradisional oleh masyarakat nelayan Lamalera yang memang sudah dilakukan sejak dahulu kala bahkan sebelum Indonesia merdeka sebagai sebuah Negara.
“Dan itu sudah dilakukan sejak jaman dulu kala. Itu adalah sebuah adat istiadat yang sudah dijamin oleh Negara. Saya harapkan aturan UU ini bisa disosialisasikan kepada masyarakat Lamalera sehingga bisa diketahui oleh masyarakat Lamalera,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Gregorius Dengekae Krova (61) telah ditangkap dalam kasus penjualan organ hewan yang dilindungi. Dia terancam dikenakan Pasal 21 ayat (2) UU 5/1990.
Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) (Pasal 40 ayat (2) UU 5/1990). (AB). (Ama Beding)