Catatan Redaksi : Yoseph Pito Atu (Pimpinan Redaksi)
Atambua, penanusantara.com –
Eko berhasil mengeksplorasi tarian dan ritual khas Indonesia dari Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur, wilayah Perbatasan Indonesia-Timor Leste. Tarian lokal bernama Likurai kontemporer yang diberi nama IBUIBU BELU hasil polesan Eko, beberapa waktu lalu dibawakan enam penari asal Kabupaten Belu. Mereka diantaranya, Marlince Ratu Dabo, Feliciana Soares, Angela Leki, Yunita Dahu, Adriyani Sindi, Manisa Hale dan Evie Anika Novita Nalle.
Tahun 2020 lalu, tarian ini pertama kali dipentaskan di Salihara, Jakarta dan dilanjutkan di Yokohama Jepang, dan tahun ini dipentaskan di Jerman.
Marlince Ratu Dabo salah satu penari meminta restu masyarakat Belu bahkan Indonesia, pasalnya dalam pentas di Negara Jerman dan Belanda, mereka bukan saja mengatasnamakan Kabupaten Belu melainkan juga Indonesia.
“Harapan kami tentu saja besar harapan kami untuk kami mendapatkan doa restu dari seluruh masyarakat kabupaten belu dan juga masyarakat seluruh Indonesia, karena di sini kami bukan saja membawa nama Kabupaten Belu tetapi juga membawa nama Indonesia,” ujar Marlice.
Selain itu, pihaknya juga memiliki harapan bahwa usai pentas, tidak saja selesai di saat itu melainkan bisa membuat sesuatu yang lebih untuk Kabupaten Belu dan Indonesia.
“Kami juga mempunyai harapan besar bahwa ketika kami selesai pentas, tidak selesai di pentas kami, tetapi kami bisa membuat sesuatu yang lebih untuk kabupaten Belu dan Indonesia,” ujar Penari lain, Riny melalui sambungan telepon, Kamis, 21 Oktober 2021 kemarin.
Ia juga menambahkan bukan hanya itu saja harapan pihaknya namun juga sebagai anak-anak muda di jaman milenial seperti sekarang kami berharap semoga ada anak-anak muda lainnya yang bergerak seperti mereka.
“Kareka kami tahu di jaman moderen seperti sekarang ini untuk menari tarian likurai, untuk melestarikan budaya itu sudah sangat minim dan kami berharap bawah generasi muda tidak putus sampai di saat-saat ini tetapi tarian likurai, tenun daerah, lagu daerah kabupaten belu bisa terus melestarikan apa yang baik ini dan juga terus melestarikan apa yang sudah diwariskan oleh leluhur kita dari zaman dahulu,” katanya.
Lain Pemprov lain pula Pemkab Belu
Kepala Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif NTT Zet Sony Libing melalui sambungan telepon, Rabu 27 Oktober 2021 mengapresiasi penari Ibu-ibu Belu dalam pentas di Eropa.
Menurut Sony, bertujuan memperkenalkan budaya NTT ke panggung internasional sungguh merupakan rasa terhormat bagi rakyat NTT. Untuk itu ia selaku Kepala Dinas Parawisata NTT memberikan apresiasi.
“Kita semua memperkenalkan Budaya kita dan sungguh rasa terhormat bagi rakyat NTT, jika diantara kita semua, anak-anak muda tampil dan memgepresikan budaya kita ke luar negeri dan mewartakan kepada dunia internasional yang sangat luar biasa oleh karena itu saya Kadis Pariwisata NTT memberikan apresiasi yang tinggi,” kata Sony.
Dikatakan Sony, Ia sangat menghormati karya dan juga kreatifitas dan hal yang dilakukan enam Penari asal Belu ini tentu mendorong terus kreatifitas-kreatifitas anak-anak muda yang lain.
“Sangat menghormati karya dan juga kreatifitas dan mendorong terus sehingga anak-anak muda yang lain pun mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh adik-adik kita ini, jadi pemerintah daerah sangat mendukung dan menghormati karya adik-adik kita,” ungkapnya.
Ia mengatakan, Gubernur sangat menghormati, menurutnya mungkin bapak gubernur belum tau soal enam penari asal Belu yang mempromosikan budaya NTT di Dunia.
Ia bahkan berjanji akan memfasilitasi enam Penari Asal Belu itu untuk bertemu dengan Gubernur NTT setelah mereka mempromosika budaya di luar negeri.
“Saya akan fasilitasi mereka bertemu dengan bapak gubernur. Ini luar biasa mereka pulang dan sebelum ke Atambua mereka ketemu Bapak Gubernur nanti saya fasilitasi,” jelasnya.
Ia sendiri mengaku belum mendengar dan mengetahui hal ini.
“Saya sendiri baru mendengar ini, ini luar biasa sekali, kita harus hormati dan berikan apresiasi,” jelasnya.
Apresiasi Kadis Pariwisata NTT, Sony Libing malah jauh berbeda dengan sikap Pemkab Belu.
Jauh-jauh hari, Eko Supriyanto sudah menulis surat permohonan ijin tertanggal 15 September.
Surat dengan nomor 001IIB-EU/IX/2021 ditujukan kepada Bupati Belu dengan tujuan memberikan izin kepada 5 orang penari, dengan status tiga orang sebagai Tenaga Kontrak dan dua orang sebagai Guru Honorer.
Surat itu meminta agar kelima orang penari diberikan izin untuk tampil di Eropa Tanggal 23 hingga 29 November.
Surat Eko rupanya tak elok di mata Bupati Belu. Meski Eko dan keenam penari Likurai asal Belu ingin mempromosikan budaya Belu ke panggung Internasional, Pemkab malah membalas dengan surat yang pada intinya tidak memberikan izin.
Dalam surat yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belu, Jonisius R. Mali tertanggal 01 Oktober 2021 lalu, atas disposisi surat oleh Bupati Belu menyatakan tidak memberi izin pada Lavenia Leki sebagai salah satu penari untuk pentas di Eropa.
Surat dengan nomor 420/PK/611/X/2021 yang ditandatangani oleh Kadis P dan K Kabupaten Belu itu ditujukan kepada Kepala SDI Tulamafae untuk memberikan surat panggilan kepada penari berstatus sebagai Honor Komite Sekolah untuk kembali menjalankan tugasnya di sekolah.
Artinya, Pemkab Belu melalui surat yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, menganggap promosi budaya Belu di Eropa bukanlah sesuatu yang perlu di apresiasi.
Jemput Bola
Jika keenam Penari Ibu-ibu Belu pentas di Eropa. Seluruh ornamen yang melekat pada diri mereka diatas panggung internasional adalah wajah Kabupaten Belu. Keenam penari ini tidak hanya menari Likurai untuk sebuah pameran tetapi mendeklarasikan kepada dunia internasional, bahwa ada sebuah kreativitas seni lokal yang secara turun temurun oleh leluhur dengan lekuk-lekuk keindahan dan kemolekan gadis Belu.
Mereka tampil bukan sebagai tenaga kontrak dan guru honorer, tetapi sebagai sebuah perutusan budaya yang ingin agar, kearifan lokal Belu tidak hanya dinikmati oleh masyarakat Belu dan skop ritual budaya lokal tetapi pada panggung yang justru mampu menggaet profit secara ekonomi.
Para penonton bukan hanya melihat gerak-gerik tari diatas panggung akan tetapi melihat bagaiman tradisi lokal Belu ada dalam setiap gerakan mereka.
Maka, Pemkab Belu tak perlu pasang gengsi dulu, apalagi, membuat para penari patah semangat. Sebaiknya Pemkab Belu menjemput Bola, dengan menyediakan desain promosi pariwisata budaya lokal kepada penari. Panggung mereka internasional maka, mendukung mereka, sama dengan merangsang para turis asing dari berbagai negara agar berbondong-bondong ke Belu untuk melihat dari dekat keasrian Tarian Likuari.
Berikut adalah soal hak paten kekayaan intelektual. Oleh utusan penari ini, Pemkab Belu harus sudah memikirkan dan merancang soal hak paten tenun lokal dan juga tarian daerah. Agar kemudian, kekayaan lokal ini bisa mendongkrak pendapatan daerah melalui bidang pariwisata. (pn)