Wakil Enam Desa Penyelengara Sekolah Budaya Studi Banding ke Yogyakarta

  • Whatsapp

Kota Kupang, penanusantara.com – Perwakilan dari enam desa yang tergabung dalam Apanola Atolan Pah Mollo (AAPM) atau Pelestari Adat Mollo, yakni Desa-desa Ajaobaki, Fatukoto, Fatumnasi, Lelobatan, Nefokoko dan Tune melakukan studi banding ke Yogyakarta pada tanggal 20-23 September 2017. Rombongan desa-desa Sekolah Budaya tersebut didampingi oleh akademisi dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, Primus Lake, M.Si., serta diikuti juga oleh perwakilan kelompok perempuan dan pemuda.

Studi banding dimaksudkan untuk membuka wawasan anggota AAPM dengan belajar langsung dari desa-desa di Yogyakarta yang telah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berbasis masyarakat di desa-desa tersebut. Sebelum melakukan kunjungan ke desa-desa, peserta mengikuti workshop tentang komunikasi untuk membangun kesamaan pemahaman dan kepemilikan bersama terhadap Sekolah Budaya di masing-masing desa. Dr. Hermin Indah Wahyuni, Kepala Pusat Studi Sosial Asia Tenggara, memandu jalannya workshop.

Read More

Desa-desa di Yogyakarta yang dikunjungi oleh rombongan kelompok AAPM adalah Nglanggeran, di Kabupaten Gunung Kidul, Dlingo di Kabupaten Bantul serta Pulesari di Kabupaten Sleman. Desa Nglanggeran adalah sebuah desa wisata berbasis komunitas yang sangat berhasil dan meraih berbagai penghargaan baik nasional maupun internasional.

Desa Dlingo, rombongan belajar mengenai kegiatan-kegiatan kelestarian ekologi yang melibatkan masyarakat. Sementara desa Pulesari memberikan kesempatan kepada anggoka kelompok AAPM untuk belajar bagaimana masyarakat desa tersebut mengelola kegiatan-kegiatan yang menarik wisatawan untuk datang dari potensi-potensi yang dimiliki oleh desa tersebut.

Rombongan kelompok AAPM juga mengunjungi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan bertemu dengan Rektor sebagai pimpinan tertinggi di lembaga tersebut, yang didampingi oleh jajaran Pembantu Rektor serta pejabat-pejabat di lingkungan UGM.

Kunjungan ke UGM dimaksudkan untuk menginformasikan kegiatan Sekolah Budaya di enam desa AAPM yang didukung oleh tim penelitin CaRED UGM sejak tahun 2015. Mereka juga mengharapkan UGM dapat terus memberikan dukungan dan pendampingan kepada masyarakat di keenam desa AAPM untuk mencapai tujuan mereka menjadi desa adat.

Kunjungan perwakilan desa kelompok AAPM ke Yogyakarta merupakan bagian dari program pendampingan yang dilakukan oleh tim peneliti CaRED UGM. Tim ini mendampingi enam desa AAPM untuk membangun Sekolah Budaya di desa-desa tersebut.

Sekolah Budaya adalah sebuah gagasan yang dikembangkan oleh masyarakat Mollo dan muncul dari serangkaian diskusi dan pertemuan masyarakat di Mollo untuk membicarakan mengenai peran adat dalam perlawanan masyarakat Mollo terhadap penambangan Marmer yang berlangsung dari akhir tahun 1990an hingga tahun 2000an.

Sekolah Budaya muncul karena kekhawatiran bahwa sekalipun memainkan peran besar dalam menyatukan masyarakat dalam melawan penambangan, adat semakin terkikis oleh pengaruh kehidupan modern, terutama kepada generasi muda. Untuk itu Sekolah Budaya menjadi sarana untuk memperkuat dan melestarikan adat Mollo.

Sekolah Budaya juga menjadi sarana bagi masyarakat Mollo untuk memperkuat pengakuan dan penghargaan luar terhadap adat mereka. Melalui Sekolah Budaya, masyarakat di luar Mollo akan bisa belajar dan menemukan kearifan adat Mollo. Dengan pengakuan dan penghargaan akan eksistensi dan pentingnya adat, kasus penambangan seperti yang terjadi lagi di masa depan.

Dari studi banding yang dilakukan, peserta segera memiliki gambaran konkrit tentang apa yang perlu dan akan dilakukan di desa mereka masing-masing. Arid Oeamatan, dari Desa Tune, misalnya, mengatakan “Saat mendengarkan penjelasan dari pengelola desa wisata Nglanggeran, pikiran saya langsung melayang dan kembali ke desa serta melihat apa yang harus segera kami lakukan,” katanya

Pendapat senada juga diberikan oleh perwakilan desa-desa yang lain.

Sementara itu, Muhadi Sugiono, MA, ketua tim penelitian CaRED UGM berharap agar studi banding yang melibatkan para tokoh kunci dalam pelaksanaan Sekolah Budaya di Mollo bisa memberikan dampak besar dalam pelaksanaan Sekolah Budaya di desa masing-masing.

Muhadi menambahkan, Studi banding bisa dilakukan juga dengan mendatangkan orang luar ke Mollo. (TIM)

Komentar Anda?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *