Kota Kupang, penanusantara.com – Forum Wartawan NTT menggelar aksi damai di depan Kantor Polda NTT pada Rabu, 22 Desember 2021 untuk menentang segala bentuk kekerasan, diskriminasi dan kriminalisasi terhadap pekerja pers yang terjadi pada saat rekonstruksi kasus pembunuhan Astrid Manafe dan Lael pada selasa, 21 Desember 2021 kemarin.
Dalam orasinya, Kordinator aksi Isak Kaesmetan mempertanyakan alasan dilarangnya pers dalam melakukan tugas peliputan, tugas jurnalistik dan tugas reportase.
“Kami dilindungi oleh Undang-Undang. Undang-Undang nomor 40 tahun 1999, secara jelas menyampaikan, kami bebas menyampaikan informasi. lalu kenapa kami di bungkam, ada apa?” tanya Isak yang merupakan pemred LensaNTT.com.
Orator lain, Boni Jehadin yang merupakan salah satu wartawan yang dilarang meliput menjelaskan bahwa kepolisian dan jurnalistik adalah mitra dalam pilar demokrasi bangsa. Informasi tentang penegakan hukum tidak akan sampai kepada publik kalau tidak melalui jurnalis.
“Kalau tidak ada wartawan-wartawan, kalau tidak ada jurnalis-jurnalis yang berada di lapangan. siang mereka tidak lihat, hujan mereka tidak lihat, yang terpenting bagi mereka adalah keterbukaan informasi publik sampai keseluruh nusantara saudara-saudara,” tegasnya.
Massa aksi pun meminta agar oknum polisi yang melarang wartawan melakukan tugasnya untuk segera meminta maaf secara terbuka dihadapan wartawan dan masyarakat NTT.
“Kami minta hadirkan oknum kemarin yang viral di video. untuk melakukan permintaan maaf secara terbuka terhadap pekerja pers dan seluruh masyarakat Nusa Tenggara Timur,” mintanya
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Rishian Krisna yang selalu setia menemui massa aksi setiap kali terjadi aksi di depan Polda NTT pun membenarkan bahwa kepolisian dan pers adalah mitra dalam pilar demokrasi.
“Kehadiran media adalah sebagai salah satu pihak, salah satu ungsur yang mampu meningkatkan kinerja dari pada Polri,” terangnya.
Rishian pun menambahkan peran kepolisian dalam memfasilitasi media untuk mendapatkan informasi secara cepat dan akurat.
“Kami sadar, bahwa kami punya tanggungjawab untuk bisa memfasilitasi rekan-rekan dalam mendapatkan informasi secara cepat, akurat,” tambahnya.
Sebagai bentuk protes media terhadap pelarangan peliputan, para wartawan pun secara beramai-ramai menggantungkan kartu pers di pintu gerbang Polda NTT.
Sementara itu, di lokasi yang sama Kanit Jatanras Polda NTT, Laurensius yang melarang wartawan merekam, serta mengancam akan menyita handphone akhirnya minta maaf.
“Saya minta maaf. Saya tidak memiliki niat sedikitpun untuk menghalang – halangi pekerjaan wartawan,” ujar Lorens kepada wartawan yang menggelar aksi damai di Polda NTT.
Menurut dia, dirinya tidak memiliki niat sedikitpun untuk menghalang – halangi pekerjaan jurnalistik dalam menjalankan tugasnya. (es)