Jakarta, penanusantara.com – DPR RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang, dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4). Dalam Pasal 8 dijelaskan, apabila memaksa orang lain memakai alat kontrasepsi dapat dipidina lima tahun penjara.
“Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya untuk sementara waktu, dipidana karena pemaksaan kontrasepsi, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,” sebagaimana bunyi Pasal 8 dalam DIM tersebut.
Sementara itu, dalam Pasal 9 dijelaskan, apabila memaksa orang lain memakai alat kontrasepsi yang menyebabkan kehilangan fungsi reproduksinya secara permanen dipidana paling lama sembilan tahun penjara.
“Setiap orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya secara tetap, dipidana karena pemaksaan sterilisasi, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,” tulis Pasal 9.
Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya menyampaikan, terdapat delapan poin penting dari RUU TPKS yang disahkan. Menurut Willy, delapan poin pokok tersebut merupakan hasil pembahasan 588 daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disepakati DPR dan Pemerintah.
“RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual terbagi dalam 588 DIM. Pembahasan DIM dilakukan oleh Panja secara detail, intensif, dan tetap mengedepankan prinsip musyawarah untuk mufakat,” ujar Willy di Kompleks Parlemen.
Dalam RUU TPKS ini juga dinyatakan 10 tindak pidana lain sebagai tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain (Pasal 4 ayat (2) RUU), meliputi perkosaan; perbuatan cabul; persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak; perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban; pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual; pemaksaan pelacuran; tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual; kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga; tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual; dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. (JawaPos.com)